Cari Blog Ini

Jumat, 25 Januari 2013

TANTANGAN PESANTREN SALAF DAN MODERN

BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Pesantren adalah bentuk pendidikan keislaman yang awalnya berbentuk kelembagaan informal tradisional di Nusantara ini[1] yang  sangat relevan untuk dipertahankan eksistensinya. Tetapi dengan kenyataan situasi yg terus berkembang maka  pesantren perlu modifikasi agar terus dapat dilihat manfaatnya untuk ummat. Pada masa lampau jelas sekali peran pesantren dalam membentuk kultur budaya bangsa, sehingga para alumni pesantren sangat dirasakan manfaatnya di lingkungan masing-masing, baik di tingkat lokal, regional bahkan nasional/internasional.
Ilmu yang ditimba para alumni pesantren dari almamater pesantrennya masing-masing sangat cukup untuk bekal hidup bermasyarakat dan berjuang. Ini tentu ditunjang dengan lebih tekunnya santri tempo dulu dan berkah para gurunya yang keikhlasan dan kedalaman ilmunya sangat mumpuni. Suatu hal yang menakjubkan, bahwa Ummat Islam Nusantara yg terjajah selama 3 ½ abad dan selalu kalah dalam pertikaian politik dan kekuasaan tapi masih bisa mengembangkan da’wah Islamiyah-nya sehingga sensus penduduk menjadi mayoritas muslim dan transaksi dalam kehidupan masyarakat baik ekonomi atau non ekonomi juga sangat banyak yang dipengaruhi oleh teori fiqih Islami. Ini tidak lepas dari perjuangan pesantren yg bertebaran di pelosok-pelosok tanah air. Kelompok santri memang kalah dalam perebutan kekuasaan dan politik tapi masih berjaya dalam kultur budaya. Banyaknya Pesantren yang berdiri meningkatkan jumlah penduduk Islam menjadi mayoritas di Indonesia. Ironisnya, justru ketika kita sudah merdeka, umat Islam menerima tekanan-tekanan dari kultur budaya, ekonomi dan juga politik sehingga jumlah populasinya mengalami degradasi. Dari sinilah pesantren harus introspeksi diri sendiri agar misi pendidikan, sosial dan da’wahnya tetap eksis di Zaman globalisasi ini.
Sehubungan dengan itu maka diantisipasi bentuk ideal pendidikan pesantren dimasa depan adalah bentuk pendidikan formal yang mengasuh ilmu-ilmu agama islam dan dilaksanakan dalam kultur pesantren artinya berbentuk pendidikan non formal lengkap dengan asrama, kiai, santri dan ustadz yang hidup bersama dengan masjid dan gedung-gedung atau ruang belajar sebagai pusat ruang peribadatan dan pengembangan ilmu-ilmu agama islam. [2] Akan tetapi tidak semua pesantren kuno mau merubah system dalam dunia keislaman mereka. Banyak juga pesantren yang tetap menjaga utuh jati diri dan nilai-nilai kesalafan mereka. Didunia yang semakin maju ini mereka tetap bersikukuh untuk tidak mengikuti perkembangan zaman dewasa ini. Sehingga dunia pesantren kini terbagi menjadi dua klasifikasi, yakni pesantren salaf dan pesantren modern. Untuk menghadapi dunia modern saat ini lembaga-lembaga tersebut memilki tantangan-tantangan tersendiri untuk menjaga eksistensi mereka dengan tetap mempertahankan visi dan misi dari lembaga-lembaga tersebut. Untuk mengetahui tantangan-tantangan seperti apa yang akan mereka hadapi dalam dunia pendidikan dewasa ini, dapat kami paparkan secara singkat dalam makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas, maka dapat di  rumusan masalah sebagai berikut :
1. Pengertian pesantren, Tujuan dan Tipologi pesantren?
2.Bagaimana Pesantren di Era Reformasi?



BAB II
PEMBAHASAN


 1.      Pengertian, Tujuan, dan Tipologi Pesantren
A. Pengertian Pesantren
Secara etimologi pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an yang berarti tempat tinggal para santri. Profesor Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang artinya guru mengaji. Sedangkan CC Berg berpendapat bahwa  istilah tersebut berasal dari istilah Shastri yang dalam  bahasa India yang berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu. Kata Shastri berasal dari kata Shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau ilmu tentang pengetahuan[3]. Dalam peraturan menteri agama RI mengatakan Pesantren adalah Lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat baik sebagai satuan pendidikan dan/atau sebagai wadah penyelenggara pendidikan.[4] Pesantren juga memiliki dua arti yang dilihat dari segi fisik dan pengertian kultural. Dari segi fisik pesantren merupakan sebuah kompleks pendidikan yang terdiri dari susunan bangunan yang dilengkapi dengan sarana prasarana yang mendukung penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan secara kultural pesantren mencakup pengertian yang lebih luas mulai dari system nilai khas yang secara intrinsik melekat di dalam pola kehidupan komunitas santri, seperti kepatuhan pada kyai sebagai tokoh sentral, sikap ikhlas dan tawadhu, serta tradisi keagamaan yang diwariskan secara turun-temurun. Ada pula yang mengartikan pesantren dengan arti bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-sehari.[5] Ketika kita mau menelusuri lebih jauh lagi tentang apa itu sebenarnya pesantren, tentu akan muncul begitu banyak arti dan pendapat tentang pesantren. Dari sekian pengertian di atas disini penulis mencoba menarik kesimpulan, bahwa pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam tradisional yang mempunyai ciri khusus yang telah mengembangkan diri dan ikut serta dalam pembangunan bangsa serta berperan dalam proses penyebaran agama islam di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan hingga saat ini.


B. Tujuan Pesantren
Selama ini belum pernah ada rumusan tertulis mengenai tujuan pendidikan pesantren. Mastuhu merumuskan bahwa tujuan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan dan berakhlaq mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhitmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti rasul yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi)mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan islam dan kejayaan umat islam di tengah-tengah masyarakat(‘izzul Islam wal Muslimin ),dan mencintai Ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia yang muhsin bukan sekedar muslim.[6] Berbagai dasar pendidikan pesantren yang di rumaskan diatas, tentu menjadi dasar yang dimiliki oleh setiap pesantren, karna tanpa dasar tersebut sebuah pesantren akan kehilangan keunikannya sebagai lembaga pendidikan islam tradisional yang berorientasi pada tafaqquh fiddin dan membentuk kepribadian Muslim yang Kaffah.[7]
C. Tipologi Pesantren
Ciri-ciri Pesantren secara global hampir sama, namun dalam realitasnya terdapat beberapa perbedaan terutama dilihat dari proses dan substansi yang diajarkan. Adapun tipologi secara garis besar terdapat 2 kelompok yaitu : Pertama, pesantren salafi yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam Klasik sebagai Inti Pendidikan di pesantren Tradisional. Sistim Madrasah di terapkan untuk memudahkan sistem Sorogan yang di pakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Kedua, pesantren Modern yang telah memasukkan pelajaran umum dalam Madrasah yang di kembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren.[8]
Pengelompokan di atas perlu diurai lagi. Mengingat perkembangan pesantren yang sangat pesat akhir ini. Ridwan Natsir dalam Babun mengelompokkan pesantren menjadi 5 yaitu :
1.      pesantren salaf, yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (wetonan dan sorogan) dan sistem klasikal.
2.      Pesantren semi berkembang, yaitu pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (wetonan dan sorogan) dan sistem madrasah swasta dengan kurikulum 90 % agama dan 10 % umum
3.      Pesantren berkembang, yaitu pondok pesantren seperti semi berkembang hanya saja lebih fariatif yakni 70 % agama dan 30 % umum
4.      Pesantren moderen, seperti pesantren berkembang yang lebih lengkap dengan lembaga pendidikan sampai perguruan tinggi dan dilengkapi dengan takhassus bahasa arab dan bahasa inggris
5.      Pesantren ideal, pesantren sebagaimana pesantren moderen hanya saja lembaga pendidikannya lebih lengkap dalam bidang keterampilan yang meliputi teknik, perikanan, pertanian, perbankkan dan lainnya yang benar-benar memperhatikan kualitas dengan tidak menggeser ciri khas pesantren.[9]
Namun dalam Permenag No.3 Th. 2012 disebutkan bahwa pesantren sebagai Satuan Pendidikan diselenggarakan dalam bentuk pesantren Salafiyah. Pesantren Salafiyah adalah pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dengan menggunakan kitab kuning dan sistem pengajaran yang ditetapkan oleh kyai atau pengasuh.[10] Sedangkan Pesantren Khalafiyah dalam peraturan ini masuk  dalam pengertian Pesantren Salafiyah.  

D. Pengertian Pesantren Salafiyah (tradisional) dan Khalafiyah (Modern)
Pengertian Tradisional menunjukkan bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian besar umat Islam Indonesiayang merupakan golongan mayoritas bangsa indonesia dan telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan umat bukan tradisional dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian.[11] Kata salaf atau salafiyyah itu sendiri diambil dari numenklatur Arab salafiyyun untuk sebutan sekelompok umat Islam yang ingin kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Assunnah sebagaimana praktik kehidupan generasi pertama Islam (Assalafussholeh). Pada waktu itu umat Islam sedang mengalami perpecahan dalam bentuk golongan madzhab tauhid hingga beberapa kelompok. Kelompok salafiyun ini mengaku lepas dari semua kelompok itu dan mengajak semua yang telah terkelompok-kelompok menyatu kembali kepada ajaran Al-Quran dan Assunnah. Penggunaan kata salaf juga dipakai untuk antonym kata salaf versus kholaf. Ungkapan ini dipakai untuk membedakan antara ulama salaf (tradisional) dan ulama kholaf (modern). Tidak selamanya yang salaf berarti kuno manakala ulama mengajak kembali kepada ajaran Al-Qur,an. Seringkali mereka bahkan lebih dinamis dari yang kholaf karena ulama kholaf banyak diartikan juga untuk menggambarkan ulama yang memiliki orientasi ke salafussholeh.[12]
Penggunaan kata salaf untuk pesantren hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pesantren salaf cenderung digunakan untuk menyebut pesantren yang tidak menggunakan kurikulum modern, baik yang berasal dari pemerintah ataupun hasil inovasi ulama sekarang. Pesantren salaf pada umumnya dikenal dengan pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal semacam madrasah ataupun sekolah. Kalaulah menyelenggarakan pendidikan keagaman dengan system berkelas kurikulumnya berbeda dari kurikulum, model sekolah ataupun madrasah pada umumnya. Jadi menurut hemat penulis pesantren salaf yakni pesantren yang melakukan pengajaran terhadap santri-santrinya untuk belajar agama islam secara khusus tanpa mengikutsertakan pendidikan umum didalamnya. Kegiatan yang dilakukan biasanya mempelajari ajaran Islam dengan belajar menggunakan kitab-kitab kuning atau kitab kuno (klasik), yang menggunakan metode tradisional seperti hafalan, menerjemahkan kitab-kitab didalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Dalam pesantren salaf peran seorang kyai atau ulama sangat dominan, kyai menjadi sumber referensi utama dalam system pembelajaran santri-santrinya. Pesantren tradisional (salafi) “merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat diperhitungkan dalam mempersiapkan ulama pada masa depan, sekaligus sebagai garda terdepan dalam memfilter dampak negatif kehidupan modern”. Istilah pesantren tradisional digunakan untuk menunjuk ciri dasar perkembangan pesantren yang masih bertahan pada corak generasi pertama atau generasi salafi.
Pesantren salafiyah telah memperoleh.penyetaraan melalui SKB 2 Menteri (Menag dan Mendiknas) No : 1/U/KB/2000 dan No. MA/86/2000, tertanggal 30 Maret 2000 yng memberi kesempatan kepada pesantren salafiyah untuk ikut menyelenggarakan pendidikan dasar sebagai upaya mempercepat pelaksanaan program wajib belajar dengan persyratan tambahan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA dalam kurikulumnya. Dengan demikian SKB ini memiliki implikasi yang sangat besar untuk mempertahankan eksistensi pendidikan pesantren.[13]
Sedangkan mengenai arti pesantren khalafiyah (modern) adalah pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam lingkungannya.[14] Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atas pesantren salaf, sebagai institusi pendidikan asli Indonesia yang lebih tua dari Indonesia itu sendiri, adalah 'legenda hidup' yang masih eksis hingga hari ini. Sedangkan menurut penulis pesantren modern itu dapat diartikan bahwa pesantren modern adalah pesantren yang berusaha menyeimbangkan pendidikan agama dengan pendidikan umum, metode yang digunakan tidak lagi seperti dulu, materi yang diajarkanpun juga lebih banyak dibanding pesantren salaf. Selain mengajarkan pendidikan agama islam pesantren ini juga mengajarkan ilmu-ilmu umum dan juga bahasa-bahasa asing yang dilakukan guna menghadapi perkembangan zaman yang semakin canggih seperti sekarang ini. Dan didirikan pula sekolah-sekolah diberbagai tingkat sebagai sarana prasarana sebagai penunjang dalam sistem pembelajaran mereka.
Secara umum  Pesantren Wajib memiliki lima elemen pokok  yakni:
a.       Kyai, Ustadz, atau sebutan yang lain
b.       Santri,
c.       Pondok atau asrama ; dan
d.      Masjid atau Musholla.
Pesantren wajib menyelenggarakan pengajian kitab kuning sesuai dengan kekhasan masing-masing pesantren.[15]Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh pesantren yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan yang lain. Selain itu ada pula ciri khusus pesantren yakni kepemimpinan yang kharismatik dan suasana keagamaan yang mendalam.
 E.  Kelemahan dan Kelebihan dari Pesantren Salaf
1)    Kelemahan Pesantren Salaf
Pada awalnya posisi pesantren di Indonesia khususnya pesantren salaf atau pesantren tradisional memang cukup positif untuk melindungi umat dari terkaman rekayasa ideologi atau agama penjajah. Banyak ulama besar Islam dilahirkan oleh kalangan pesantren masa itu karena kemurnian ajaran, kualitas keilmuan dan semangat para pendiri pesantren. Namun dalam proses perjalanan sejarah peradaban manusia yang begitu cepat berkembang, pondok pesantren juga secara bertahap kehilangan kemampuan sosialnya karena mereka tetap saja berada pada lingkup yang kecil padahal arus teknologi maju dengan amat pesatnya.
Akan tetapi pada masa itu masih banyak pesantren yang bersikukuh mempertahankan ketradisionalan mereka, dan cenderung menutup diri untuk dunia luar. Sehingga perilaku tanggap terhadap perubahan zaman sangat kurang dirasakan oleh mereka. Kemajuan pendidikan masih jauh tertinggal dengan pesantren-pesantren modern, baik dari segi kurikulum ataupun systemnya. Dari segi kurikulum pesantren ini lebih mencolok terhadap penekanan mengenai fikih, tasawuf dan ilmu alat. Dalam system pembelajarannya juga masih mengikuti model-model terdahulu seperti bondongan, hafalan rutinan, sorogan, dan metode yang lainnya. 
Pilihan pesantren untuk tidak mengikuti aturan pendidikan formal adakalanya tumbuh dari kalkulasi program atau kurikulum yang diatur dan disusun Negara tidak akan memenuhi kebutuhan sebuah lembaga pendidikan pesantren yang memiliki visi dan misi pendidikan secara khas. Selain itu, orientasi keilmuan dipendidikan formal dinilai berorientasi pada prestasi akademik dan kerja. Sedangkan pada pesantren salaf tertuju pada prestasi akhlakul karimah. Pandangan-pandangan seperti inilah yang menjadikan kaum muslim lemah dan mengalami kemosrotan dalam segi ekonomi, tekhnologi, dan juga pergeseran social di tengah-tengah masyarakat. Untuk lebih singkatnya, kelemahan yang dimiliki oleh pesantren salaf pada umumnya antara lain:
1)       Menutup diri akan perubahan zaman, dan bersifat kolot dalam merespon modernisasi.
2)       Lebih menekankan ilmu fiqh, tasawuf dan ilmu alat
3)      Adanya penurunan kualitas dan kuantitas pesantren salaf
4)      Penggunaan metode pembelajaran yang masih bersifat tradisional seperti sorogan, bandungan(halaqah), dan wetonan.
5)      Kurangnya penekanan kepada aspek pentingnya membaca dan menulis.
6)       Peran kyai yang dominan dan sumber utama dalam pembelajaran
Jadi menurut penulis hal-hal yang ada dalam pesantren salaf yang kiranya kurang begitu relevan dengan perkembangan zaman pada dewasa ini sebaiknya sedikit demi sedikit perlu dievaluasi kembali agar para penerus bangsa tetap menjaga kekhassan dari pesantren salaf itu sendiri. Dan eksistensi pesantren salaf tetap terjaga. Karena bagaimanapun seiring perubahan zaman manusia itu juga ikut mengalami perubahan. 
2)      Kelebihan Pesantren Salaf
Tidak dapat dipungkiri keberadaan pesantren salaf telah membawa perubahan terhadap masyarakat Indonesia pada masa penjajahan dan awal Indonesia merdeka. Perlu kita ketahui juga banyak para santri yang dulu ikut menyemarakan perjuangan kemerdekaan Negara kita ini. Walaupun banyak mengalami rintangan dan kekangan dari para Kolonial Belanda, tetapi pesantren ini tetap mampu menyebarkan agama islam. Selain itu alumni-alumni dari pesantren salaf ini mampu berkiprah dalam masyarakat pada masanya, karena ilmu yang ditimba sangat cukup untuk bekal hidup bermasyarakat, selain itu adanya keikhlasan dari kyai dan keberkahan dari kyai yang dulu memang sangat manjur. Walau metode yang digunakan itu dikatakan kuno, akan tetapi hasilnya cukup berkualitas. Serta menghasilkan santri yang bersifat akhlakul karimah dan berpijak teguh pada Al-qur’an dan As-sunnah. Pendidikan pesantren salaf ini bagus untuk pembentukan moral anak bangsa kita kedepan. Tapi harus juga diimbangi dengan ketrampilan, kreatifitas dan juga pengetahuan dari mereka.
Kekhasan pesantren salaf yang paling menonjol adalah kebutuhan akan ta’limu ulum addin (pembelajaran ilmu-ilmu keagamaan). Masyarakat muslim memiliki tradisi pendidikan keagamaan yang sangat kental dan biasanya menjadi program pendidikan yang utuh serta memenuhi seluruh rongga waktu santri. Untuk lebih rincinya dapat disimpulkan kelebihan-kelebihan dari pesantren salaf antara lain adalah sebagai berikut:
a)      Ketakdziman seorang santri terhadap kyainya begitu kental
b)      Tempat mencetak kader-kader islam yang berakhlakul karimah dan mumpuni terhadap kajian-kajian agama seperti ilmu fiqh, tasawuf ataupun ilmu alat
c)      Sebagai tempat sentral belajar ilmu agama
d)     Tempat pendidikan yang tak mengenal strata social
e)      Mengajarkan semangat kehidupan demokrasi, bekerja sama, persaudaraan, persamaan, percaya diri dan keberanian hidup.

F. Kelebihan Dan Kekurangan Pesantren Modern
1)      Kelebihan Pesantren Modern
Dibelantika dunia pendidikan Indonesia, model-model pendidikan di pesantren adalah kondisi sesungguhnya yang kemudian melatar belakangi apa yang disebut dengan pendidikan keagamaan Islam. Namun sampai saat ini pendidikan di pesantren nyaris disebut pendidikan nonformal dan karenanya tidak ada sangkut pautnya dengan program evaluasi, akreditasi, maupun sertifikasi sebagaimana diberlakukan oleh Negara. Lalu lulusan pesantren murni semacam ini tidak mendapatkan akses yang sama seperti keluaran lembaga pendidikan lain. Akan tetapi hal demikian tidak akan terjadi lagi dalam dunia pesantren baru kita, yang biasa kita kenal dengan pesantren modern. Karena dalam pesantren modern telah melakukan perubahan terhadap kurikulum, metode dalam melakukan proses pembelajaran seperti perubahan dalam:
1)      System pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi system klasikal yang kemudian disebut sebagai madrasah.
2)      Diberikannya pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa Arab.
3)      Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4)      Diberikannya ijazah bagi santri yang telah menyelesaikan studinya di pesantren, yang terkadang ijazah tersebut disesuaikan dengan ijazah negeri.
      Selain perubahan tersebut, dunia pesantren modern juga telah menerima bahkan mau memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Para santri tidak hanya diajari dan dibacakan kitab-kitab klasik yang menjadi jati diri pesantren, akan tetapi mereka juga diperbolehkan belajar ilmu-ilmu umum juga tekhnologi seperti belajar ilmu alam, social, bahasa asing selain bahasa arab, computer bahkan untuk zaman sekarang internetpun telah diajarkan kepada mereka. Tentunya itu dilakukan guna menciptakan para santri menjadi manusia yang cerdas spiritual dan peka terhadap perubahan zaman. Perubahan yang terjadi dalam pesantren juga merupakan kelebihan akan perkembangan pesantren itu sendiri, adapun kelebihan-kelebihan yang lain dapat dituliskan sebagai berikut:
1)      Adanya perubahan yang signifikan dalam system, metode serta kurikulumnya.
2)      Mau membuka tangan untuk menerima perubahan zaman.
3)      Semangat untuk membantu perkembangan pendidikan di Indonesia tidak hanya dalam pendidikan agama saja.
4)      Dibangunnya madrasah-madrasah bahkan perguruan tinggi guna mengembangkan pendidikan baik agama ataupun umum dalam lingkungan pesantren.
5)      Mampu merubah sikap kekolotan pesantren yang terdahulu menjadi lebih fleksibel.
6)      Perubahan terhadap out putnya yang tidak hanya menjadi seorang guru ngaji,ataupun guru agama di desa. Sekarang merambah ke dalam dunia politik, ekonomi dan beberapa bidang lainnya.

2). Kekurangan Pesantren Modern
Ketika ada kelebihan tentunya akan ada kekurangan yang hadir mendampinginya. Begitu juga dengan ponpes modern, selain memiliki kelebihan-kelebihan diatas, juga mempunyai kekurangan. Walaupun dengan berkembangnya pemikiran dan paradigma baru dari tradisi pesantren yang dulu, munculnya pesantren modern ini menjadikan kendala akan berkembangnya pesantren salaf, selain itu pada realita yang ada belum semua pesantren yang menklaim dirinya sebagai pesantren modern telah memiliki sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan yang dioerlukan untuk pengembangan ponpes modern, para santri yang akan menimba ilmu di dalamnya harus membayar sedikit agak mahal dari pada pesantren model lama. Sehingga mengakibatkan sulitnya orangtua yang memiliki taraf ekonomi tengah ke bawah untuk menyekolahkan anaknya di ponpes tersebut.
Bagi ponpes modern yang telah berkembang dan memiliki ratusan, bahkan ribuan santri terkadang mengalami sedikit kesulitan dalam mengondisikan santri-santrinya sehingga memberikan peraturan-peraturan ponpes yang harus dijalankan santri. Namun realita yang ada peraturan yang telah dibuat terlalu ketat sehingga santri merasa terkekang hidup di dalam pesantren. Bahkan ada yang berkata hidup di pesantren seperti hidup di penjara suci. Sehingga tidak sedikit santri yang tidak betah dan akhirnya keluar dari ponpes tersebut. Masih terkait dengan jumlah santri yang cukup besar, terkadang para pengurus ponpes mengalami kesulitan dan tidak mampu mengurus santrinya satu persatu, hal ini dijadikan kesempatan oleh santri yang merasa jenuh, untuk kabur dari pesantren. Tidak sedikit santri dari berbagai ponpes modern yang mampu melihat indahnya malam diluar lingkungan pesantren tanpa sepengetahuan pengurus. Selain itu kebiasaan “ngalap berkah kyai” dalam dunia ponpes modern mulai sedikit berkurang, karena santri tidak bisa sering bertemu bahkan diajar oleh kyai dari ponpes yang mereka huni. Karena sudah ada dan telah terbentuk staf pengajar baik dilingkungan pesantren maupun di madrasahnya. Hal tersebut hanya sedikit dari kekurangan ponpes modern yang penulis ketahui, tentunya masih ada lagi kekurangan-kekurangan yang lain. Dari uaraian di atas dapat penulis tuliskan kekurangan-kekurangn tersebut seperti dibawah ini:
1)      Kurang takdzimnya santri kepada kyai, karena santri lebih patuh pada peraturan pesantren.
2)      Ketatnya peraturan-peraturan yang dibuat, yang menyebabkan ketidaknyamanan santri dalam belajar.
3)      Ilmu-ilmu agama yang diberikan tidak lagi diberikan secara intensif. 
4)      Terdapatnya kecenderungan santri yang semakin kuat untuk mempelajari IPTEK.
5)      Tradisi “ngalap berkah kyai” sudah tidak lagi menjadi fenomena yang dalam pesantren.
Selama masih ada nafas pendidikan di dunia ini selama itu pula dunia pendidikan akan terus mengalami perubahan sebagai tuntutan zaman. Maka dari itu tidak akan pernah habis manusia untuk mencari dan merubah baik system, metode, kurikulum dan dari segi lainnya untuk memajukan pendidikan. Selama itu pula kelebihan dan kekurangan akan terus melekat dalam setiap perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Kelebihan dan kekurangan dari pesantren modern ini juga tidak menutup kemungkinan akan mengalami perubahan dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam.


2. Pesantren di Era Reformasi
Sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous), posisi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam merupakan sub system pendidikan nasional. Karena itu, pendidikan pesantren memiliki dasar yang cukup kuat, baik secara ideal, konstitusional maupun teologis. Landasan ideologis ini menjadi penting bagi pesantren, terkait eksistensinya sebagai lembaga pendidikan yang sah, menyejarah dan penunjuk arah bagi semua aktivitasnya. Selain itu landasan ini juga dijadikan sebagai acuan bagi pesantren untuk bersikap dalam menghadapi kemajuan perubahan zaman. 
Sedangkan dasar teologis pesantren adalah ajaran Islam yakni bahwa melaksakan pendidikan agama merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-Nya. Dasar yang di pakai adalah Al-qur’an dan Hadits. Di samping itu pendidikan pesantren didirikan atas dasar tafaqquh fiddin, yaitu kepentingan umat untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama. 
Pendidikan pesantren juga bertujuan menekankan pentingnya tegaknya islam ditengah-tengah kehidupan sebagai sumber utama moral atau akhlaq mulia. Jika kita berfikir secara alternatif dan otomatis maka, Islam dapat menggantikan tata nilai kehidupan bersama yang lebih baik dan maju. Pendidikan islam  juga dapat melengkapi kekurangan, meluruskan, yang bengkok atau memperbaiki yang salah atau rusak dan memberikan sesuatu yang baru yang belum ada dan diperlukan.[16]
Setelah kita mengetahui lanadasan dan tujuan pesantren pada umumnya, yang tengah menjadi permasalahan kini adalah bagaimana sikap pesantren baik salafi ataupun modern untuk menghadapi relitas modernisasi kehidupan saat ini? Ketika kita tengok lagi mengenai pesantren salaf, maka persoalan eksistensi pesantren yang tidak dapat dilepaskan dari persoalajn-persoalan konteks social yang melingkupinya, itu sebenarnya merupakan tantangan baginya. Karena bagaimanapun tuntutan masyarakat selalu berubah. Untuk zaman sekarang ini ketika kita hanya sibuk dengan urusan ukhrowi saja lalu bagaimana kita bisa terus mempertahankan eksistensi kita sebagai manusia yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan raga. Karena pada hakekatnya manusia memiliki dua unsur(jiwa,raga) yang mana keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bukankah cendikiawan-cendekiawan kita dahulu selain berilmu agama, berakhlakul karimah mereka juga ahli ilmu untuk mengurus dan memajukan dunia islam pada khususnya. Mungkin pesantren salaf harus mempunyai ketegasan sikap dalam menghadapi persoalan social era reformasi, agar eksistensi dan kiprahnya tetap dapat diterima semua kalangan. Karena selain tantangan zaman, tantangan dari diri pesantren salaf sendiri harus segera disikapi, seperti halnya beberapa problem yang terjadi dalam pesantren salaf antara lain: problem kurikulum, problem kualitas dan kuantitas pesantren salaf, problem metode pengajaran, bahkan problem seorang kyai yang telah mengalami regenerasi. Untuk menyikapi hal-hal tersebut sungguh tidak mudah, mungkin pesantren salaf harus memberikan terobosan baru dalam pendidikan agama Islam. Bisa dengan merubah “kelamin” menjadi pesantren modern atau melakukan hal baru untuk mempertahankan kesalafiyahannya agar dapat relevan dengan kondisi sekarang.
Perkembangan ilmu fiqih misalnya, sebagai ciri paling menonjol diseluruh pesantren di Indonesia, justru dikritik oleh kyai-kyai yang sudah mulai berfikir kritis sebagai tidak mengalami kemajuan apa-apa, bahkan cenderung melanggengkan tradisi pengembangan ilmu fiqih secara keliru. Dari segi kompetensi santri juga demikian, pesantren kurang menekankan aspek pentingnya membaca, menulis, dan mendengar seperti tuntutan ilmu pengetahuan modern. Banyak pesantren yang mambiarkan santri bertahun-tahun hidup dipesantren, bahkan sampai usia lanjut, tidak diajarkan cara membaca secara mandiri kitab gundul dengan benar. Itu karena di banyak pesantren cara baca sorogan masih cukup mendominasi. Sehingga setelah lulus santri tersebut sesungguhnya belum menguasai seni membaca kitab arab, kecuali kitab-kitab muktabar yang sudah dibedakan gurunya
Seni penulisan pada kitab-kitab kuning yang digunaka di pesantren umumnya adalah system penulisan kuno (menggunakan system matan dan hasyiyah) yang untuk katagori perkembangan zaman seharusnya sudah sangat menyulitkan, tidak efektif, dan perlu penulisan ulang. Namun, karena ini semua kurang dipahami dan dijalankan sehingga tradisi menulis pesantren turut tenggelam bersama pengaruh penulisan masalah pada masa lalu.
Selanjutnya untuk pesantren modern bagaimana menyikapi modernitas yang telah membaur menjadi satu dalam system pembelajaranya? Apakah pesantren modern mampu menjaga tujuan utama untuk mengajarkan agama Islam atau justru ikut terbawa arus dari modernisasi itu sendiri?
Selain permasalahan keseimbangan antara kedua pendidikan tersebut, masih ada permasalahan yang dihadapi pesantren, yakni masalah akses melanjutkan pendidikan secara lintas jalur atau bekerja di instansi-instansi resmi, semacam menjadi PNS atau melamar menjadi guru agama menjadi persoalan besar bagi kalangan pesantren (walaupun di Jawa Timur atas prakarsa bupati dilakukan pendidikan starta 1 atau jalur pendodok pesantren/MADIN) namun kebijakan itu terlihat sporadis. Tidak semua santri punya niat yang sangat kuat menjadi kyai. Hal lain, peristiwa gugurnya banyak caleg (calon legislatif) dari kalangan orang pesantren yang gagal mendaftar jadi anggota legislative gara-gara ijazah pesantren tidak diakui Negara merupakan kisah paling heboh mengenai quoradis pesantren saat ini. Seperti kita ketahui, untuk mengatasi situasi darurat, para caleg itu lalu mengikuti program penyetaraan paket C (tingkat SMA). Banyak pesantren kemudian menyelenggarakannya secara sporadis sehingga terkesan ada obral ijazah. Bagi yang tidak sabar dengan program ini ada yang mendatangi Departemen Agama dan menntut pengakuan atas ijazah pesantren. Sudah bisa dipastikan Departemen Agama kelimpungan karna perangkat hukumnya tidak ada. Maka persoalan ini dibawa ke kancah pembaharuan pendidikan melalui reformasi pendidikan yang diusung oleh UU No 20 tentang Sisdiknas 2003. Hal-hal semacam ini harus dijadikan pembelajaran untuk kalangan pesantren dalam bersikap selanjutnya.
Alangkah prihatinnya umat Islam di Indonesia ini jika pada zaman kemerdekaan yang maju dan canggih seperti sekarang masih ada pondok pesantren gaya lama yang mengajar santrinya dengan buku-buku lama, materi yang diajarkan juga hanya masalah ritual/ peribadatan sempit, wawasan yang disajikan hanya wawasan lokal, metode yang diajarkan hanya mencontoh atau meniru dan system yang dipakai adalah system yang feodalistik. Pondok semacam ini tidak seharusnya boleh ada lagi di Indonesia karena amat berbahaya bagai masa depan generasi muda umat dan generasi muda bangsa. Pondok semacam ini bisa menjadi kantong-kantong pembodohan generasi muda yang nantinya mengahasilkan produk yang pasif, picik, emosional, labil dan membebani upaya pembangunan masyarakat. 
Bagi pesantren yang menyelenggarakan satuan atau program pendidikan dengan system yang sudah berjalan selama ini tentu tidak menghadapi masalah apa-apa. Namun, bagi pesantren yang tetap ingin nenyelenggarakan ilmu agama murni atau tetap tidak mau ikut sepenuhnya kurikulum Negara, peluangnya terdapat di dua model berikut ini:
1)      Apa pun satuan dan program pendidikan yang diselenggarakannya akan di hitung oleh hukum Negara sebagai bukan pendidikan formal melalui proses standarisasi dan akreditasi. Jika pesantren semacam ini mengeluarkan ijazah, maka ijazah nya tentu bukan ijazah yang berstatus terakreditasi. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal tanpa akreditasi, maka pesantren tetap seperti sedia kala, akan besar bersama penerimaan masyarakat. Dengan mengecualikan santri diusia 7-15 tahun karena wajib bagi mereka mengikuti program wajar Diknas 9 tahun
2)      Jika pendidikan yang dikembangkan pesantren tidak memenuhi criteria standar nasional pendidikan dan tidak melampau proses akreditasi, akan tetapi pesantrn tersebut mampu menciptakan keluaran pendidikan yang kualitas kompetensinya memadahi. Maka peluang pengakuan pesantren ,masih bisa titempuh ,melalui proses pengakuan akreditasi yang dilakuakan oleh mentri pendidikan nasional dan mentri agama. Pengakuan setara pendidika formal yang akan diperoleh pesantren ini masihjauh lebih memungkinkan dari pengakuan Negara atas penyetaraan yang diperuntukkan pada peserta didik pendidikan non formal dan in formal (UU Sisdiknas).
3)      Kaum santri pada umumnya kini sudah mendengar bahwa UU Sisdiknas baru, telah mengadopsi model pesantren sebagai bagian integral dalam system pendidikan nasional. Ini bisa dimaknai angin segar bagi model pendidikan yang merasa terpinggirkan seperti pesantren selama ini.
Setelah kita mengetahui apa dan bagaimana kita harus menyikapi hal-hal yang menyangkut system pendidikan pesantren, kini kita harus berpikir kembali untuk terus mengembangkan dan memperbahuri system pendidikan pesantren kita agar tidak ketinggalan dan membukitikan bahwa kaum muslim juga mampu menjadi cendekia dalam bidang ilmu pendidikan, baik agama maupun umum. Karena bagaimanapun pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan agama islam yang memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain, selain itu peran pesantren dalam sejarah Indonesia sangat berpengaruh, sehingga eksistensi dan kiprahnya harus terus dijaga. 





BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa :
1.           Pesantren adalah Lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat baik sebagai satuan pendidikan dan/atau sebagai wadah penyelenggara pendidikan. Pendidikan pesantren  bertujuan menekankan pentingnya tegaknya islam ditengah-tengah kehidupan sebagai sumber utama moral atau akhlaq mulia. Jika kita berfikir secara alternatif dan otomatis maka, Islam dapat menggantikan tata nilai kehidupan bersama yang lebih baik dan maju. Pendidikan islam  juga dapat melengkapi kekurangan, meluruskan, yang bengkok atau memperbaiki yang salah atau rusak dan memberikan sesuatu yang baru yang belum ada dan diperlukan. Adapun tipologi secara garis besar terdapat 2 kelompok yaitu : Pertama, pesantren salafi yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam Klasik sebagai Inti Pendidikan di pesantren Tradisional. Sistim Madrasah di terapkan untuk memudahkan sistem Sorogan yang di pakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Kedua, pesantren Modern yang telah memasukkan pelajaran umum dalam Madrasah yang di kembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren
2.           Sedangkan arti dari pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan. Seiring majunya zaman, pesantren juga mengalami kemajuan baik dalam system, kurikulum, ataupun metodenya, materi ajarnya juga tidak hanya pelajaran-pelajaran agama, pelajaran umum dan ketrampilanpun juga diajarkan dalam model pesantren yang biasa disebut sebagai pesantren modern.
3.           Dalam tataran yuridis formal dalam era reformasi telah muncul Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 tahun 2012 tentang pendidikan keagamaan Islam yang menguhkan eksistensi pesantren dan memperjelas standart pesantren.





DAFTAR PUSTAKA

 [1] DEPAG,Pedoman pengembangan kurikulum pesantren (Jakarta:Direk.Pen.Diniyah dan PonPes,2009)7
[2] Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren ,(Jakarta:INIS, 1994) 43
[3] Zamasyari Dhofier, Tradisi Pesantren,(Jakarta:LP3ES,1994),18
[4] Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam ,BAB I
[5] Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren ,(Jakarta:INIS,1994).55
[6] Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren ,(Jakarta:INIS,1994).56
[7] Prof.Dr. H Babun Suharto, SE., MM.,Dari Pesantren Untuk Umat,(Surabaya:IMTIYAS,2011) 15
[8]Zamasyari Dhofier, Tradisi Pesantren,(Jakarta:LP3ES,1994),41-42
[9].Dr. H Babun Suharto, SE., MM.,Dari Pesantren Untuk Umat,(Surabaya:IMTIYAS,2011) 19 
[10] Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam BAB I
[11] Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren ,(Jakarta:INIS,1994).55
[12] Cahyaning Hidayah, Tantangan pesantren salaf. Akses internet 2012
[13] Sulthon masyhud, Khusnur Ridho, Manajemen Pondok Pesantren,(Jakarta:Diva Pustaka, 2003)7
[14] DEPAG, Pedoman Pondok Pesantren (Jakarta:2002)6
[15] Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam, Bab III

[16]Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren ,(Jakarta:INIS,1994).68

1 komentar: