BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pesantren adalah bentuk pendidikan keislaman
yang awalnya berbentuk kelembagaan informal tradisional di Nusantara ini[1] yang sangat relevan untuk dipertahankan
eksistensinya. Tetapi dengan kenyataan situasi yg terus berkembang maka pesantren perlu modifikasi agar terus dapat
dilihat manfaatnya untuk ummat. Pada masa lampau jelas sekali peran pesantren
dalam membentuk kultur budaya bangsa, sehingga para alumni pesantren sangat
dirasakan manfaatnya di lingkungan masing-masing, baik di tingkat lokal, regional
bahkan nasional/internasional.
Ilmu yang ditimba para alumni pesantren dari
almamater pesantrennya masing-masing sangat cukup untuk bekal hidup
bermasyarakat dan berjuang. Ini tentu ditunjang dengan lebih tekunnya santri
tempo dulu dan berkah para gurunya yang keikhlasan dan kedalaman ilmunya sangat
mumpuni. Suatu hal yang menakjubkan, bahwa Ummat Islam Nusantara yg terjajah selama
3 ½ abad dan selalu kalah dalam pertikaian politik dan kekuasaan tapi masih
bisa mengembangkan da’wah Islamiyah-nya sehingga sensus penduduk menjadi
mayoritas muslim dan transaksi dalam kehidupan masyarakat baik ekonomi atau non
ekonomi juga sangat banyak yang dipengaruhi oleh teori fiqih Islami. Ini tidak
lepas dari perjuangan pesantren yg bertebaran di pelosok-pelosok tanah air.
Kelompok santri memang kalah dalam perebutan kekuasaan dan politik tapi masih
berjaya dalam kultur budaya. Banyaknya Pesantren yang berdiri meningkatkan
jumlah penduduk Islam menjadi mayoritas di Indonesia. Ironisnya, justru ketika
kita sudah merdeka, umat Islam menerima tekanan-tekanan dari kultur budaya,
ekonomi dan juga politik sehingga jumlah populasinya mengalami degradasi. Dari
sinilah pesantren harus introspeksi diri sendiri agar misi pendidikan, sosial
dan da’wahnya tetap eksis di Zaman globalisasi ini.
Sehubungan dengan itu maka diantisipasi bentuk
ideal pendidikan pesantren dimasa depan adalah bentuk pendidikan formal yang
mengasuh ilmu-ilmu agama islam dan dilaksanakan dalam kultur pesantren artinya
berbentuk pendidikan non formal lengkap dengan asrama, kiai, santri dan ustadz
yang hidup bersama dengan masjid dan gedung-gedung atau ruang belajar sebagai
pusat ruang peribadatan dan pengembangan ilmu-ilmu agama islam. [2] Akan
tetapi tidak semua pesantren kuno mau merubah system dalam dunia keislaman
mereka. Banyak juga pesantren yang tetap menjaga utuh jati diri dan nilai-nilai
kesalafan mereka. Didunia yang semakin maju ini mereka tetap bersikukuh untuk
tidak mengikuti perkembangan zaman dewasa ini. Sehingga dunia pesantren kini
terbagi menjadi dua klasifikasi, yakni pesantren
salaf dan pesantren modern. Untuk
menghadapi dunia modern saat ini lembaga-lembaga tersebut memilki
tantangan-tantangan tersendiri untuk menjaga eksistensi mereka dengan tetap
mempertahankan visi dan misi dari lembaga-lembaga tersebut. Untuk mengetahui
tantangan-tantangan seperti apa yang akan mereka hadapi dalam dunia pendidikan
dewasa ini, dapat kami paparkan secara singkat dalam makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, maka dapat di rumusan masalah sebagai berikut :
1. Pengertian pesantren, Tujuan dan Tipologi pesantren?
1. Pengertian pesantren, Tujuan dan Tipologi pesantren?
2.Bagaimana Pesantren di Era Reformasi?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian,
Tujuan, dan Tipologi Pesantren
A. Pengertian Pesantren
Secara
etimologi pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat awalan pe- dan
akhiran -an yang berarti tempat tinggal para santri. Profesor Johns berpendapat
bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang artinya guru mengaji.
Sedangkan CC Berg berpendapat bahwa istilah
tersebut berasal dari istilah Shastri yang dalam bahasa India yang berarti orang yang tahu buku-buku
suci Agama Hindu. Kata Shastri berasal dari kata Shastra yang berarti buku-buku
suci, buku-buku agama atau ilmu tentang pengetahuan[3].
Dalam peraturan menteri agama RI mengatakan Pesantren adalah Lembaga pendidikan
keagamaan Islam berbasis masyarakat baik sebagai satuan pendidikan dan/atau
sebagai wadah penyelenggara pendidikan.[4]
Pesantren juga memiliki dua arti yang dilihat dari segi fisik dan pengertian
kultural. Dari segi fisik pesantren merupakan sebuah kompleks pendidikan yang
terdiri dari susunan bangunan yang dilengkapi dengan sarana prasarana yang
mendukung penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan secara kultural pesantren
mencakup pengertian yang lebih luas mulai dari system nilai khas yang secara
intrinsik melekat di dalam pola kehidupan komunitas santri, seperti kepatuhan
pada kyai sebagai tokoh sentral, sikap ikhlas dan tawadhu, serta tradisi
keagamaan yang diwariskan secara turun-temurun. Ada pula yang mengartikan
pesantren dengan arti bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional
Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku
sehari-sehari.[5] Ketika
kita mau menelusuri lebih jauh lagi tentang apa itu sebenarnya pesantren, tentu
akan muncul begitu banyak arti dan pendapat tentang pesantren. Dari sekian
pengertian di atas disini penulis mencoba menarik kesimpulan, bahwa pesantren
adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam tradisional yang mempunyai ciri
khusus yang telah mengembangkan diri dan ikut serta dalam pembangunan bangsa
serta berperan dalam proses penyebaran agama islam di Indonesia sejak sebelum
kemerdekaan hingga saat ini.
B. Tujuan
Pesantren
Selama ini belum pernah ada rumusan tertulis mengenai tujuan
pendidikan pesantren. Mastuhu merumuskan bahwa tujuan pesantren adalah
menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman
dan bertaqwa kepada tuhan dan berakhlaq mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau
berkhitmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti
rasul yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad
(mengikuti sunnah Nabi)mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan islam dan kejayaan umat islam di
tengah-tengah masyarakat(‘izzul Islam wal
Muslimin ),dan mencintai Ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian
Indonesia yang muhsin bukan sekedar muslim.[6]
Berbagai dasar pendidikan pesantren yang di rumaskan diatas, tentu menjadi
dasar yang dimiliki oleh setiap pesantren, karna tanpa dasar tersebut sebuah
pesantren akan kehilangan keunikannya sebagai lembaga pendidikan islam
tradisional yang berorientasi pada tafaqquh
fiddin dan membentuk kepribadian Muslim
yang Kaffah.[7]
C.
Tipologi Pesantren
Ciri-ciri Pesantren secara global hampir sama, namun dalam
realitasnya terdapat beberapa perbedaan terutama dilihat dari proses dan
substansi yang diajarkan. Adapun tipologi secara
garis besar terdapat 2 kelompok yaitu : Pertama,
pesantren salafi yang tetap
mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam Klasik sebagai Inti Pendidikan di pesantren
Tradisional. Sistim Madrasah di terapkan untuk memudahkan sistem Sorogan yang di pakai dalam
lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan
umum. Kedua, pesantren Modern yang
telah memasukkan pelajaran umum dalam Madrasah yang di kembangkan atau membuka
tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren.[8]
Pengelompokan di atas perlu diurai lagi.
Mengingat perkembangan pesantren yang sangat pesat akhir ini. Ridwan Natsir
dalam Babun mengelompokkan pesantren menjadi 5 yaitu :
1.
pesantren
salaf, yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (wetonan dan sorogan)
dan sistem klasikal.
2.
Pesantren
semi berkembang, yaitu pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan
salaf (wetonan dan sorogan) dan sistem madrasah swasta dengan kurikulum 90 %
agama dan 10 % umum
3.
Pesantren
berkembang, yaitu pondok pesantren seperti semi berkembang hanya saja lebih
fariatif yakni 70 % agama dan 30 % umum
4.
Pesantren
moderen, seperti pesantren berkembang yang lebih lengkap dengan lembaga
pendidikan sampai perguruan tinggi dan dilengkapi dengan takhassus bahasa arab
dan bahasa inggris
5.
Pesantren
ideal, pesantren sebagaimana pesantren moderen hanya saja lembaga pendidikannya
lebih lengkap dalam bidang keterampilan yang meliputi teknik, perikanan,
pertanian, perbankkan dan lainnya yang benar-benar memperhatikan kualitas dengan
tidak menggeser ciri khas pesantren.[9]
Namun dalam Permenag No.3 Th. 2012 disebutkan bahwa
pesantren sebagai Satuan Pendidikan diselenggarakan dalam bentuk pesantren
Salafiyah. Pesantren Salafiyah adalah pesantren yang menyelenggarakan
pendidikan dengan menggunakan kitab kuning dan sistem pengajaran yang
ditetapkan oleh kyai atau pengasuh.[10]
Sedangkan Pesantren Khalafiyah dalam peraturan ini masuk dalam pengertian Pesantren Salafiyah.
D. Pengertian Pesantren Salafiyah (tradisional) dan Khalafiyah
(Modern)
Pengertian
Tradisional menunjukkan bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400
tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian
besar umat Islam Indonesiayang merupakan golongan mayoritas bangsa indonesia dan
telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan umat bukan
tradisional dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian.[11]
Kata salaf atau salafiyyah itu sendiri diambil dari numenklatur Arab salafiyyun
untuk sebutan sekelompok umat Islam yang ingin kembali kepada ajaran Al-Qur’an
dan Assunnah sebagaimana praktik kehidupan generasi pertama Islam
(Assalafussholeh). Pada waktu itu umat Islam sedang mengalami perpecahan dalam
bentuk golongan madzhab tauhid hingga beberapa kelompok. Kelompok salafiyun ini
mengaku lepas dari semua kelompok itu dan mengajak semua yang telah
terkelompok-kelompok menyatu kembali kepada ajaran Al-Quran dan Assunnah. Penggunaan
kata salaf juga dipakai untuk antonym kata salaf versus kholaf. Ungkapan ini
dipakai untuk membedakan antara ulama salaf (tradisional) dan ulama kholaf
(modern). Tidak selamanya yang salaf berarti kuno manakala ulama mengajak
kembali kepada ajaran Al-Qur,an. Seringkali mereka bahkan lebih dinamis dari
yang kholaf karena ulama kholaf banyak diartikan juga untuk menggambarkan ulama
yang memiliki orientasi ke salafussholeh.[12]
Penggunaan
kata salaf untuk pesantren hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pesantren salaf
cenderung digunakan untuk menyebut pesantren yang tidak menggunakan kurikulum
modern, baik yang berasal dari pemerintah ataupun hasil inovasi ulama sekarang.
Pesantren salaf pada umumnya dikenal dengan pesantren yang tidak menyelenggarakan
pendidikan formal semacam madrasah ataupun sekolah. Kalaulah menyelenggarakan
pendidikan keagaman dengan system berkelas kurikulumnya berbeda dari kurikulum,
model sekolah ataupun madrasah pada umumnya. Jadi menurut hemat penulis
pesantren salaf yakni pesantren yang melakukan pengajaran terhadap
santri-santrinya untuk belajar agama islam secara khusus tanpa mengikutsertakan
pendidikan umum didalamnya. Kegiatan yang dilakukan biasanya mempelajari ajaran
Islam dengan belajar menggunakan kitab-kitab kuning atau kitab kuno (klasik),
yang menggunakan metode tradisional seperti hafalan, menerjemahkan kitab-kitab
didalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Dalam pesantren salaf peran
seorang kyai atau ulama sangat dominan, kyai menjadi sumber referensi utama
dalam system pembelajaran santri-santrinya. Pesantren tradisional (salafi)
“merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat diperhitungkan dalam
mempersiapkan ulama pada masa depan, sekaligus sebagai garda terdepan dalam
memfilter dampak negatif kehidupan modern”. Istilah pesantren tradisional
digunakan untuk menunjuk ciri dasar perkembangan pesantren yang masih bertahan
pada corak generasi pertama atau generasi salafi.
Pesantren
salafiyah telah memperoleh.penyetaraan melalui SKB 2 Menteri (Menag dan
Mendiknas) No : 1/U/KB/2000 dan No. MA/86/2000, tertanggal 30 Maret 2000 yng
memberi kesempatan kepada pesantren salafiyah untuk ikut menyelenggarakan
pendidikan dasar sebagai upaya mempercepat pelaksanaan program wajib belajar
dengan persyratan tambahan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA
dalam kurikulumnya. Dengan demikian SKB ini memiliki implikasi yang sangat
besar untuk mempertahankan eksistensi pendidikan pesantren.[13]
Sedangkan
mengenai arti pesantren khalafiyah (modern) adalah pesantren yang mengadopsi
sistem madrasah atau sekolah yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah
yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah
umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam lingkungannya.[14]
Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang
diperbaharui atas pesantren salaf, sebagai institusi pendidikan asli Indonesia
yang lebih tua dari Indonesia itu sendiri, adalah 'legenda hidup' yang masih
eksis hingga hari ini. Sedangkan menurut penulis pesantren modern itu dapat
diartikan bahwa pesantren modern adalah pesantren yang berusaha menyeimbangkan
pendidikan agama dengan pendidikan umum, metode yang digunakan tidak lagi
seperti dulu, materi yang diajarkanpun juga lebih banyak dibanding pesantren
salaf. Selain mengajarkan pendidikan agama islam pesantren ini juga mengajarkan
ilmu-ilmu umum dan juga bahasa-bahasa asing yang dilakukan guna menghadapi
perkembangan zaman yang semakin canggih seperti sekarang ini. Dan didirikan
pula sekolah-sekolah diberbagai tingkat sebagai sarana prasarana sebagai
penunjang dalam sistem pembelajaran mereka.
Secara
umum Pesantren Wajib memiliki lima
elemen pokok yakni:
a. Kyai, Ustadz, atau sebutan yang lain
b. Santri,
c. Pondok atau asrama ; dan
d. Masjid atau Musholla.
Pesantren wajib menyelenggarakan
pengajian kitab kuning sesuai dengan kekhasan masing-masing pesantren.[15]Kelima
elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh pesantren yang tidak
dimiliki oleh lembaga pendidikan yang lain. Selain itu ada pula ciri khusus
pesantren yakni kepemimpinan yang kharismatik dan suasana keagamaan yang
mendalam.
E. Kelemahan dan Kelebihan dari
Pesantren Salaf
1) Kelemahan Pesantren Salaf
Pada
awalnya posisi pesantren di Indonesia khususnya pesantren salaf atau pesantren
tradisional memang cukup positif untuk melindungi umat dari terkaman rekayasa ideologi
atau agama penjajah. Banyak ulama besar Islam dilahirkan oleh kalangan
pesantren masa itu karena kemurnian ajaran, kualitas keilmuan dan semangat para
pendiri pesantren. Namun dalam proses perjalanan sejarah peradaban manusia yang
begitu cepat berkembang, pondok pesantren juga secara bertahap kehilangan
kemampuan sosialnya karena mereka tetap saja berada pada lingkup yang kecil
padahal arus teknologi maju dengan amat pesatnya.
Akan
tetapi pada masa itu masih banyak pesantren yang bersikukuh mempertahankan
ketradisionalan mereka, dan cenderung menutup diri untuk dunia luar. Sehingga
perilaku tanggap terhadap perubahan zaman sangat kurang dirasakan oleh mereka.
Kemajuan pendidikan masih jauh tertinggal dengan pesantren-pesantren modern,
baik dari segi kurikulum ataupun systemnya. Dari segi kurikulum pesantren ini
lebih mencolok terhadap penekanan mengenai fikih, tasawuf dan ilmu alat. Dalam
system pembelajarannya juga masih mengikuti model-model terdahulu seperti
bondongan, hafalan rutinan, sorogan, dan metode yang lainnya.
Pilihan
pesantren untuk tidak mengikuti aturan pendidikan formal adakalanya tumbuh dari
kalkulasi program atau kurikulum yang diatur dan disusun Negara tidak akan
memenuhi kebutuhan sebuah lembaga pendidikan pesantren yang memiliki visi dan
misi pendidikan secara khas. Selain itu, orientasi keilmuan dipendidikan formal
dinilai berorientasi pada prestasi akademik dan kerja. Sedangkan pada pesantren
salaf tertuju pada prestasi akhlakul karimah. Pandangan-pandangan seperti
inilah yang menjadikan kaum muslim lemah dan mengalami kemosrotan dalam segi
ekonomi, tekhnologi, dan juga pergeseran social di tengah-tengah masyarakat.
Untuk lebih singkatnya, kelemahan yang dimiliki oleh pesantren salaf pada
umumnya antara lain:
1)
Menutup diri akan perubahan zaman, dan
bersifat kolot dalam merespon modernisasi.
2)
Lebih menekankan ilmu fiqh, tasawuf dan ilmu
alat
3)
Adanya
penurunan kualitas dan kuantitas pesantren salaf
4)
Penggunaan
metode pembelajaran yang masih bersifat tradisional seperti sorogan,
bandungan(halaqah), dan wetonan.
5)
Kurangnya
penekanan kepada aspek pentingnya membaca dan menulis.
6)
Peran
kyai yang dominan dan sumber utama dalam pembelajaran
Jadi
menurut penulis hal-hal yang ada dalam pesantren salaf yang kiranya kurang
begitu relevan dengan perkembangan zaman pada dewasa ini sebaiknya sedikit demi
sedikit perlu dievaluasi kembali agar para penerus bangsa tetap menjaga
kekhassan dari pesantren salaf itu sendiri. Dan eksistensi pesantren salaf
tetap terjaga. Karena bagaimanapun seiring perubahan zaman manusia itu juga
ikut mengalami perubahan.
2)
Kelebihan
Pesantren Salaf
Tidak
dapat dipungkiri keberadaan pesantren salaf telah membawa perubahan terhadap
masyarakat Indonesia pada masa penjajahan dan awal Indonesia merdeka. Perlu
kita ketahui juga banyak para santri yang dulu ikut menyemarakan perjuangan
kemerdekaan Negara kita ini. Walaupun banyak mengalami rintangan dan kekangan
dari para Kolonial Belanda, tetapi pesantren ini tetap mampu menyebarkan agama
islam. Selain itu alumni-alumni dari pesantren salaf ini mampu berkiprah dalam
masyarakat pada masanya, karena ilmu yang ditimba sangat cukup untuk bekal
hidup bermasyarakat, selain itu adanya keikhlasan dari kyai dan keberkahan dari
kyai yang dulu memang sangat manjur. Walau metode yang digunakan itu dikatakan
kuno, akan tetapi hasilnya cukup berkualitas. Serta menghasilkan santri yang
bersifat akhlakul karimah dan berpijak teguh pada Al-qur’an dan As-sunnah. Pendidikan
pesantren salaf ini bagus untuk pembentukan moral anak bangsa kita kedepan.
Tapi harus juga diimbangi dengan ketrampilan, kreatifitas dan juga pengetahuan
dari mereka.
Kekhasan
pesantren salaf yang paling menonjol adalah kebutuhan akan ta’limu ulum addin
(pembelajaran ilmu-ilmu keagamaan). Masyarakat muslim memiliki tradisi
pendidikan keagamaan yang sangat kental dan biasanya menjadi program pendidikan
yang utuh serta memenuhi seluruh rongga waktu santri. Untuk lebih rincinya
dapat disimpulkan kelebihan-kelebihan dari pesantren salaf antara lain adalah
sebagai berikut:
a)
Ketakdziman
seorang santri terhadap kyainya begitu kental
b)
Tempat
mencetak kader-kader islam yang berakhlakul karimah dan mumpuni terhadap
kajian-kajian agama seperti ilmu fiqh, tasawuf ataupun ilmu alat
c)
Sebagai
tempat sentral belajar ilmu agama
d)
Tempat
pendidikan yang tak mengenal strata social
e)
Mengajarkan
semangat kehidupan demokrasi, bekerja sama, persaudaraan, persamaan, percaya
diri dan keberanian hidup.
F. Kelebihan Dan Kekurangan Pesantren Modern
1)
Kelebihan
Pesantren Modern
Dibelantika
dunia pendidikan Indonesia, model-model pendidikan di pesantren adalah kondisi
sesungguhnya yang kemudian melatar belakangi apa yang disebut dengan pendidikan
keagamaan Islam. Namun sampai saat ini pendidikan di pesantren nyaris disebut
pendidikan nonformal dan karenanya tidak ada sangkut pautnya dengan program
evaluasi, akreditasi, maupun sertifikasi sebagaimana diberlakukan oleh Negara.
Lalu lulusan pesantren murni semacam ini tidak mendapatkan akses yang sama
seperti keluaran lembaga pendidikan lain. Akan tetapi hal demikian tidak akan
terjadi lagi dalam dunia pesantren baru kita, yang biasa kita kenal dengan
pesantren modern. Karena dalam pesantren modern telah melakukan perubahan
terhadap kurikulum, metode dalam melakukan proses pembelajaran seperti
perubahan dalam:
1)
System
pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi system klasikal yang kemudian
disebut sebagai madrasah.
2)
Diberikannya
pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa
Arab.
3)
Bertambahnya
komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4)
Diberikannya
ijazah bagi santri yang telah menyelesaikan studinya di pesantren, yang
terkadang ijazah tersebut disesuaikan dengan ijazah negeri.
Selain perubahan tersebut, dunia pesantren modern juga telah
menerima bahkan mau memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Para santri
tidak hanya diajari dan dibacakan kitab-kitab klasik yang menjadi jati diri
pesantren, akan tetapi mereka juga diperbolehkan belajar ilmu-ilmu umum juga
tekhnologi seperti belajar ilmu alam, social, bahasa asing selain bahasa arab,
computer bahkan untuk zaman sekarang internetpun telah diajarkan kepada mereka.
Tentunya itu dilakukan guna menciptakan para santri menjadi manusia yang cerdas
spiritual dan peka terhadap perubahan zaman. Perubahan yang terjadi dalam
pesantren juga merupakan kelebihan akan perkembangan pesantren itu sendiri,
adapun kelebihan-kelebihan yang lain dapat dituliskan sebagai berikut:
1)
Adanya
perubahan yang signifikan dalam system, metode serta kurikulumnya.
2)
Mau
membuka tangan untuk menerima perubahan zaman.
3)
Semangat
untuk membantu perkembangan pendidikan di Indonesia tidak hanya dalam
pendidikan agama saja.
4)
Dibangunnya
madrasah-madrasah bahkan perguruan tinggi guna mengembangkan pendidikan baik
agama ataupun umum dalam lingkungan pesantren.
5)
Mampu
merubah sikap kekolotan pesantren yang terdahulu menjadi lebih fleksibel.
6)
Perubahan
terhadap out putnya yang tidak hanya menjadi seorang guru ngaji,ataupun guru
agama di desa. Sekarang merambah ke dalam dunia politik, ekonomi dan beberapa
bidang lainnya.
2). Kekurangan Pesantren Modern
Ketika ada
kelebihan tentunya akan ada kekurangan yang hadir mendampinginya. Begitu juga
dengan ponpes modern, selain memiliki kelebihan-kelebihan diatas, juga
mempunyai kekurangan. Walaupun dengan berkembangnya pemikiran dan paradigma
baru dari tradisi pesantren yang dulu, munculnya pesantren modern ini
menjadikan kendala akan berkembangnya pesantren salaf, selain itu pada realita
yang ada belum semua pesantren yang menklaim dirinya sebagai pesantren modern
telah memiliki sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Seiring dengan
bertambahnya kebutuhan yang dioerlukan untuk pengembangan ponpes modern, para santri
yang akan menimba ilmu di dalamnya harus membayar sedikit agak mahal dari pada
pesantren model lama. Sehingga mengakibatkan sulitnya orangtua yang memiliki
taraf ekonomi tengah ke bawah untuk menyekolahkan anaknya di ponpes tersebut.
Bagi
ponpes modern yang telah berkembang dan memiliki ratusan, bahkan ribuan santri
terkadang mengalami sedikit kesulitan dalam mengondisikan santri-santrinya
sehingga memberikan peraturan-peraturan ponpes yang harus dijalankan santri.
Namun realita yang ada peraturan yang telah dibuat terlalu ketat sehingga
santri merasa terkekang hidup di dalam pesantren. Bahkan ada yang berkata hidup
di pesantren seperti hidup di penjara suci. Sehingga tidak sedikit santri yang
tidak betah dan akhirnya keluar dari ponpes tersebut. Masih terkait dengan
jumlah santri yang cukup besar, terkadang para pengurus ponpes mengalami
kesulitan dan tidak mampu mengurus santrinya satu persatu, hal ini dijadikan
kesempatan oleh santri yang merasa jenuh, untuk kabur dari pesantren. Tidak
sedikit santri dari berbagai ponpes modern yang mampu melihat indahnya malam
diluar lingkungan pesantren tanpa sepengetahuan pengurus. Selain itu kebiasaan
“ngalap berkah kyai” dalam dunia ponpes modern mulai sedikit berkurang, karena
santri tidak bisa sering bertemu bahkan diajar oleh kyai dari ponpes yang
mereka huni. Karena sudah ada dan telah terbentuk staf pengajar baik
dilingkungan pesantren maupun di madrasahnya. Hal tersebut hanya sedikit dari
kekurangan ponpes modern yang penulis ketahui, tentunya masih ada lagi
kekurangan-kekurangan yang lain. Dari uaraian di atas dapat penulis tuliskan
kekurangan-kekurangn tersebut seperti dibawah ini:
1)
Kurang
takdzimnya santri kepada kyai, karena santri lebih patuh pada peraturan
pesantren.
2)
Ketatnya peraturan-peraturan
yang dibuat, yang menyebabkan ketidaknyamanan santri dalam belajar.
3)
Ilmu-ilmu
agama yang diberikan tidak lagi diberikan secara intensif.
4)
Terdapatnya
kecenderungan santri yang semakin kuat untuk mempelajari IPTEK.
5)
Tradisi
“ngalap berkah kyai” sudah tidak lagi menjadi fenomena yang dalam pesantren.
Selama
masih ada nafas pendidikan di dunia ini selama itu pula dunia pendidikan akan
terus mengalami perubahan sebagai tuntutan zaman. Maka dari itu tidak akan
pernah habis manusia untuk mencari dan merubah baik system, metode, kurikulum
dan dari segi lainnya untuk memajukan pendidikan. Selama itu pula kelebihan dan
kekurangan akan terus melekat dalam setiap perubahan yang terjadi dalam dunia
pendidikan. Kelebihan dan kekurangan dari pesantren modern ini juga tidak
menutup kemungkinan akan mengalami perubahan dalam sejarah perkembangan
pendidikan Islam.
2.
Pesantren di Era Reformasi
Sebagai
lembaga pendidikan Islam yang mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous),
posisi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam merupakan sub system
pendidikan nasional. Karena itu, pendidikan pesantren memiliki dasar yang cukup
kuat, baik secara ideal, konstitusional maupun teologis. Landasan ideologis ini
menjadi penting bagi pesantren, terkait eksistensinya sebagai lembaga
pendidikan yang sah, menyejarah dan penunjuk arah bagi semua aktivitasnya.
Selain itu landasan ini juga dijadikan sebagai acuan bagi pesantren untuk
bersikap dalam menghadapi kemajuan perubahan zaman.
Sedangkan
dasar teologis pesantren adalah ajaran Islam yakni bahwa melaksakan pendidikan
agama merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-Nya. Dasar yang
di pakai adalah Al-qur’an dan Hadits. Di samping itu pendidikan pesantren didirikan
atas dasar tafaqquh fiddin, yaitu kepentingan
umat untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama.
Pendidikan
pesantren juga bertujuan menekankan pentingnya tegaknya islam ditengah-tengah
kehidupan sebagai sumber utama moral atau akhlaq mulia. Jika kita berfikir
secara alternatif dan otomatis maka, Islam dapat menggantikan tata nilai
kehidupan bersama yang lebih baik dan maju. Pendidikan islam juga dapat melengkapi kekurangan, meluruskan,
yang bengkok atau memperbaiki yang salah atau rusak dan memberikan sesuatu yang
baru yang belum ada dan diperlukan.[16]
Setelah
kita mengetahui lanadasan dan tujuan pesantren pada umumnya, yang tengah
menjadi permasalahan kini adalah bagaimana sikap pesantren baik salafi ataupun
modern untuk menghadapi relitas modernisasi kehidupan saat ini? Ketika kita
tengok lagi mengenai pesantren salaf, maka
persoalan eksistensi pesantren yang tidak dapat dilepaskan dari
persoalajn-persoalan konteks social yang melingkupinya, itu
sebenarnya merupakan tantangan baginya. Karena bagaimanapun tuntutan masyarakat
selalu berubah. Untuk zaman sekarang ini ketika kita hanya sibuk dengan urusan
ukhrowi saja lalu bagaimana kita bisa terus mempertahankan eksistensi kita
sebagai manusia yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan raga. Karena pada
hakekatnya manusia memiliki dua unsur(jiwa,raga) yang mana keduanya tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Bukankah cendikiawan-cendekiawan kita dahulu selain
berilmu agama, berakhlakul karimah mereka juga ahli ilmu untuk mengurus dan
memajukan dunia islam pada khususnya. Mungkin pesantren salaf harus mempunyai
ketegasan sikap dalam menghadapi persoalan
social era reformasi, agar eksistensi dan kiprahnya tetap dapat diterima semua
kalangan. Karena selain tantangan zaman, tantangan dari diri pesantren salaf
sendiri harus segera disikapi, seperti halnya beberapa problem yang terjadi
dalam pesantren salaf antara lain: problem kurikulum, problem kualitas dan
kuantitas pesantren salaf, problem metode pengajaran, bahkan problem seorang
kyai yang telah mengalami regenerasi. Untuk menyikapi hal-hal tersebut sungguh
tidak mudah, mungkin pesantren salaf harus memberikan terobosan baru dalam
pendidikan agama Islam. Bisa dengan merubah “kelamin” menjadi pesantren modern
atau melakukan hal baru untuk mempertahankan kesalafiyahannya agar dapat relevan
dengan kondisi sekarang.
Perkembangan
ilmu fiqih misalnya, sebagai ciri paling menonjol diseluruh pesantren di
Indonesia, justru dikritik oleh kyai-kyai yang sudah mulai berfikir kritis
sebagai tidak mengalami kemajuan apa-apa, bahkan cenderung melanggengkan
tradisi pengembangan ilmu fiqih secara keliru. Dari segi kompetensi santri juga
demikian, pesantren kurang menekankan aspek pentingnya membaca, menulis, dan
mendengar seperti tuntutan ilmu pengetahuan modern. Banyak pesantren yang
mambiarkan santri bertahun-tahun hidup dipesantren, bahkan sampai usia lanjut,
tidak diajarkan cara membaca secara mandiri kitab gundul dengan benar. Itu
karena di banyak pesantren cara baca sorogan masih cukup mendominasi. Sehingga
setelah lulus santri tersebut sesungguhnya belum menguasai seni membaca kitab
arab, kecuali kitab-kitab muktabar yang sudah dibedakan gurunya
Seni
penulisan pada kitab-kitab kuning yang digunaka di pesantren umumnya adalah
system penulisan kuno (menggunakan system matan dan hasyiyah) yang untuk
katagori perkembangan zaman seharusnya sudah sangat menyulitkan, tidak efektif,
dan perlu penulisan ulang. Namun, karena ini semua kurang dipahami dan
dijalankan sehingga tradisi menulis pesantren turut tenggelam bersama pengaruh
penulisan masalah pada masa lalu.
Selanjutnya
untuk pesantren modern bagaimana menyikapi modernitas yang telah membaur
menjadi satu dalam system pembelajaranya? Apakah pesantren modern mampu menjaga
tujuan utama untuk mengajarkan agama Islam atau justru ikut terbawa arus dari
modernisasi itu sendiri?
Selain
permasalahan keseimbangan antara kedua pendidikan tersebut, masih ada
permasalahan yang dihadapi pesantren, yakni masalah akses melanjutkan
pendidikan secara lintas jalur atau bekerja di instansi-instansi resmi, semacam
menjadi PNS atau melamar menjadi guru agama menjadi persoalan besar bagi
kalangan pesantren (walaupun di Jawa Timur atas prakarsa bupati dilakukan
pendidikan starta 1 atau jalur pendodok pesantren/MADIN) namun kebijakan itu
terlihat sporadis. Tidak
semua santri punya niat yang sangat kuat menjadi kyai. Hal lain, peristiwa
gugurnya banyak caleg (calon legislatif) dari kalangan orang pesantren yang
gagal mendaftar jadi anggota legislative gara-gara ijazah pesantren tidak
diakui Negara merupakan kisah paling heboh mengenai quoradis pesantren saat
ini. Seperti kita ketahui, untuk mengatasi situasi darurat, para caleg itu lalu
mengikuti program penyetaraan paket C (tingkat SMA). Banyak pesantren kemudian
menyelenggarakannya secara sporadis sehingga terkesan ada obral ijazah. Bagi
yang tidak sabar dengan program ini ada yang mendatangi Departemen Agama dan
menntut pengakuan atas ijazah pesantren. Sudah bisa dipastikan Departemen Agama
kelimpungan karna perangkat hukumnya tidak ada. Maka persoalan ini dibawa ke
kancah pembaharuan pendidikan melalui reformasi pendidikan yang diusung oleh UU
No 20 tentang Sisdiknas 2003. Hal-hal semacam ini
harus dijadikan pembelajaran untuk kalangan pesantren dalam bersikap
selanjutnya.
Alangkah
prihatinnya umat Islam di Indonesia ini jika pada zaman kemerdekaan yang maju
dan canggih seperti sekarang masih ada pondok pesantren gaya lama yang mengajar
santrinya dengan buku-buku lama, materi yang diajarkan juga hanya masalah
ritual/ peribadatan sempit, wawasan yang disajikan hanya wawasan lokal, metode
yang diajarkan hanya mencontoh atau meniru dan system yang dipakai adalah
system yang feodalistik. Pondok semacam ini tidak seharusnya boleh ada lagi di
Indonesia karena amat berbahaya bagai masa depan generasi muda umat dan
generasi muda bangsa. Pondok semacam ini bisa menjadi kantong-kantong
pembodohan generasi muda yang nantinya mengahasilkan produk yang pasif, picik,
emosional, labil dan membebani upaya pembangunan masyarakat.
Bagi
pesantren yang menyelenggarakan satuan atau program pendidikan dengan system
yang sudah berjalan selama ini tentu tidak menghadapi masalah apa-apa. Namun,
bagi pesantren yang tetap ingin nenyelenggarakan ilmu agama murni atau tetap
tidak mau ikut sepenuhnya kurikulum Negara, peluangnya terdapat di dua model
berikut ini:
1)
Apa pun
satuan dan program pendidikan yang diselenggarakannya akan di hitung oleh hukum
Negara sebagai bukan pendidikan formal melalui proses standarisasi dan
akreditasi. Jika pesantren semacam ini mengeluarkan ijazah, maka ijazah nya
tentu bukan ijazah yang berstatus terakreditasi. Pesantren yang
menyelenggarakan pendidikan formal tanpa akreditasi, maka pesantren tetap
seperti sedia kala, akan besar bersama penerimaan masyarakat. Dengan
mengecualikan santri diusia 7-15 tahun karena wajib bagi mereka mengikuti
program wajar Diknas 9 tahun
2)
Jika
pendidikan yang dikembangkan pesantren tidak memenuhi criteria standar nasional
pendidikan dan tidak melampau proses akreditasi, akan tetapi pesantrn tersebut
mampu menciptakan keluaran pendidikan yang kualitas kompetensinya memadahi. Maka
peluang pengakuan pesantren ,masih bisa titempuh ,melalui proses pengakuan
akreditasi yang dilakuakan oleh mentri pendidikan nasional dan mentri agama.
Pengakuan setara pendidika formal yang akan diperoleh pesantren ini masihjauh
lebih memungkinkan dari pengakuan Negara atas penyetaraan yang diperuntukkan
pada peserta didik pendidikan non formal dan in formal (UU Sisdiknas).
3)
Kaum
santri pada umumnya kini sudah mendengar bahwa UU Sisdiknas baru, telah
mengadopsi model pesantren sebagai bagian integral dalam system pendidikan
nasional. Ini bisa dimaknai angin segar bagi model pendidikan yang merasa
terpinggirkan seperti pesantren selama ini.
Setelah
kita mengetahui apa dan bagaimana kita harus menyikapi hal-hal yang menyangkut
system pendidikan pesantren, kini kita harus berpikir kembali untuk terus
mengembangkan dan memperbahuri system pendidikan pesantren kita agar tidak
ketinggalan dan membukitikan bahwa kaum muslim juga mampu menjadi cendekia
dalam bidang ilmu pendidikan, baik agama maupun umum. Karena bagaimanapun
pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan agama islam yang memiliki
kekhasan yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain, selain itu peran
pesantren dalam sejarah Indonesia sangat berpengaruh, sehingga eksistensi dan
kiprahnya harus terus dijaga.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut di atas
dapat di simpulkan bahwa :
1.
Pesantren
adalah Lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat baik sebagai
satuan pendidikan dan/atau sebagai wadah penyelenggara pendidikan. Pendidikan
pesantren bertujuan menekankan
pentingnya tegaknya islam ditengah-tengah kehidupan sebagai sumber utama moral
atau akhlaq mulia. Jika kita berfikir secara alternatif dan otomatis maka,
Islam dapat menggantikan tata nilai kehidupan bersama yang lebih baik dan maju.
Pendidikan islam juga dapat melengkapi
kekurangan, meluruskan, yang bengkok atau memperbaiki yang salah atau rusak dan
memberikan sesuatu yang baru yang belum ada dan diperlukan. Adapun tipologi secara garis besar terdapat 2 kelompok
yaitu : Pertama, pesantren salafi yang tetap mempertahankan
pengajaran kitab-kitab Islam Klasik sebagai Inti Pendidikan di pesantren
Tradisional. Sistim Madrasah di terapkan untuk memudahkan sistem Sorogan yang di pakai dalam
lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan
umum. Kedua, pesantren Modern yang
telah memasukkan pelajaran umum dalam Madrasah yang di kembangkan atau membuka
tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren
2.
Sedangkan
arti dari pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan
pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan. Seiring
majunya zaman, pesantren juga mengalami kemajuan baik dalam system, kurikulum,
ataupun metodenya, materi ajarnya juga tidak hanya pelajaran-pelajaran agama,
pelajaran umum dan ketrampilanpun juga diajarkan dalam model pesantren yang
biasa disebut sebagai pesantren modern.
3.
Dalam
tataran yuridis formal dalam era reformasi telah muncul Peraturan Menteri Agama
RI Nomor 3 tahun 2012 tentang pendidikan keagamaan Islam yang menguhkan
eksistensi pesantren dan memperjelas standart pesantren.
DAFTAR
PUSTAKA
[2] Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren ,(Jakarta:INIS, 1994) 43
[3] Zamasyari Dhofier, Tradisi Pesantren,(Jakarta:LP3ES,1994),18
[4] Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam ,BAB
I
[5] Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren ,(Jakarta:INIS,1994).55
[10] Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam BAB I
[13] Sulthon masyhud, Khusnur Ridho, Manajemen Pondok Pesantren,(Jakarta:Diva
Pustaka, 2003)7
[15] Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam,
Bab III
makasih . . .
BalasHapus