BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, kita
akan mengetahui bahwa setiap jenis atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu
tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan evaluasi. Artinya
pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan
penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun
oleh pendidik.
Demikian pula dalam satu kali proses
pembelajaran, guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai
atau belum, dan apakah materi pelajaran yang diajarkan sudah tepat. Semua
pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau
penilaian.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran,
guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif
memberikan hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa
guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian
guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan
proses belajar.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar
siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai
oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini
merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik
ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses
belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan
terus dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Pada mata pelajaran tertentu evaluasi kadang
dilaksanakan pada akhir pelajaran, dan ada juga pada saat proses belajar
mengajar berlangsung. Kapan waktu pelaksanaan evaluasi tersebut tidak menjadi
masalah bagi guru yang penting dalam satu kali pertemuan ia telah melaksanakan
penilaian terhadap siswa di kelas.
Tetapi ada juga guru yang enggan melaksanakan
evaluasi di akhir pelajaran, karena keterbatasan waktu, menurut mereka lebih baik
menjelaskan semua materi pelajaran sampai tuntas untuk satu kali pertemuan, dan
pada pertemuan berikutnya di awal pelajaran siswa diberi tugas atau soal-soal
yang berhubungan dengan materi tersebut.
Ada juga guru yang berpendapat, bahwa penilaian
di akhir pelajaran tidak mutlak dengan tes tertulis. Bisa juga dengan tes lisan
atau tanya jawab. Kegiatan dirasakan lebih praktis bagi guru, karena guru tidak
usah bersusah payah mengoreksi hasil evaluasi anak. Tetapi kegiatan ini
mempunyai kelemahan yaitu anak yang suka gugup walaupun ia mengetahui jawaban
dari soal tersebut, ia tidak bisa menjawab dengan tepat karena rasa gugupnya
itu. Dan kelemahan lain tes lisan terlalu banyak memakan waktu dan guru harus
punya banyak persediaan soal. Tetapi ada juga guru yang mewakilkan beberapa
orang anak yang pandai, anak yang kurang dan beberapa orang anak yang sedang
kemampuannya utnuk menjawab beberapa pertanyaan atau soal yang berhubungan
dengan materi pelajaran itu.
Cara mana yang akan digunakan oleh guru untuk
evaluasi tidak usah dipermasalahkan, yang jelas setiap guru yang paham dengan
tujuan dan manfaat dari evaluasi atau penialaian tersebut.
Karena ada juga guru yang tidak mengiraukan
tentang kegiatan ini, yang penting ia masuk kelas, mengajar, mau ia laksanakan evaluasi
di akhir pelajaran atau tidak itu urusannya. Yang jelas pada akhir semester ia
telah mencapai target kurikulum.
Akhir-akhir ini kalau kita teliti di lapangan,
banyak guru yang mengalami kegagalan dalam melaksanakan evaluasi di akhir
pelajaran. Hal ini tentu ada faktor penyebabnya dan apakah cara untuk
mengatasinya.
Dalam pendidikan Islam, tujuan
merupakan sasaran ideal yang hendak dicapai. Dengan demikian kurikulum telah di
rancang, di susun dan di proses dengan maksimal, hal ini pendidikan Islam
mempunyai tugas yang berat. Di antara tugas itu adalah mengembangkan potensi
fitrah manusia (anak).
Untuk
mengetaui kapasitas, kwalitas, anak didik perlu diadakan ealuasi. Dalam
evaluasi perlu adanya teknik, dan sasaran untuk menuju keberhasilan dalam proses
belajar mengajar. Evaluasi yang baik haruslah didasarkan
atas tujuan pengajaran yang ditetapkan oleh suro dan kemudian benar-benar
diusahakan oleh guru untuk siswa. Betapapun baiknya, evaluasi apabila tidak
didasarkan atas tujuan pengajaran yang diberikan, tidak akan tercapai
sasarannya.
B.
Permasalahan
Adapun
permasalahan dalam makalah ini adalah :
1.
Apa pengertian evaluasi?
2.
Apa tujuan dan fungsi evaluasi?
3.
Apa prinsip-prinsip evaluasi
pendidikan islam?
4.
Apa system evalusi pendidikan
Islam?
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, kita
akan mengetahui bahwa setiap jenis atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu
tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan evaluasi. Artinya
pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan
penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun
oleh pendidik.
Demikian pula dalam satu kali proses
pembelajaran, guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai
atau belum, dan apakah materi pelajaran yang diajarkan sudah tepat. Semua
pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau
penilaian.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran,
guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif
memberikan hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa
guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian
guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan
proses belajar.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar
siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai
oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini
merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik
ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses
belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan
terus dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Pada mata pelajaran tertentu evaluasi kadang
dilaksanakan pada akhir pelajaran, dan ada juga pada saat proses belajar
mengajar berlangsung. Kapan waktu pelaksanaan evaluasi tersebut tidak menjadi
masalah bagi guru yang penting dalam satu kali pertemuan ia telah melaksanakan
penilaian terhadap siswa di kelas.
Tetapi ada juga guru yang enggan melaksanakan
evaluasi di akhir pelajaran, karena keterbatasan waktu, menurut mereka lebih baik
menjelaskan semua materi pelajaran sampai tuntas untuk satu kali pertemuan, dan
pada pertemuan berikutnya di awal pelajaran siswa diberi tugas atau soal-soal
yang berhubungan dengan materi tersebut.
Ada juga guru yang berpendapat, bahwa penilaian
di akhir pelajaran tidak mutlak dengan tes tertulis. Bisa juga dengan tes lisan
atau tanya jawab. Kegiatan dirasakan lebih praktis bagi guru, karena guru tidak
usah bersusah payah mengoreksi hasil evaluasi anak. Tetapi kegiatan ini
mempunyai kelemahan yaitu anak yang suka gugup walaupun ia mengetahui jawaban
dari soal tersebut, ia tidak bisa menjawab dengan tepat karena rasa gugupnya
itu. Dan kelemahan lain tes lisan terlalu banyak memakan waktu dan guru harus
punya banyak persediaan soal. Tetapi ada juga guru yang mewakilkan beberapa
orang anak yang pandai, anak yang kurang dan beberapa orang anak yang sedang
kemampuannya utnuk menjawab beberapa pertanyaan atau soal yang berhubungan
dengan materi pelajaran itu.
Cara mana yang akan digunakan oleh guru untuk
evaluasi tidak usah dipermasalahkan, yang jelas setiap guru yang paham dengan
tujuan dan manfaat dari evaluasi atau penialaian tersebut.
Karena ada juga guru yang tidak mengiraukan
tentang kegiatan ini, yang penting ia masuk kelas, mengajar, mau ia laksanakan evaluasi
di akhir pelajaran atau tidak itu urusannya. Yang jelas pada akhir semester ia
telah mencapai target kurikulum.
Akhir-akhir ini kalau kita teliti di lapangan,
banyak guru yang mengalami kegagalan dalam melaksanakan evaluasi di akhir
pelajaran. Hal ini tentu ada faktor penyebabnya dan apakah cara untuk
mengatasinya.
Dalam pendidikan Islam, tujuan
merupakan sasaran ideal yang hendak dicapai. Dengan demikian kurikulum telah di
rancang, di susun dan di proses dengan maksimal, hal ini pendidikan Islam
mempunyai tugas yang berat. Di antara tugas itu adalah mengembangkan potensi
fitrah manusia (anak).
Untuk
mengetaui kapasitas, kwalitas, anak didik perlu diadakan ealuasi. Dalam
evaluasi perlu adanya teknik, dan sasaran untuk menuju keberhasilan dalam proses
belajar mengajar. Evaluasi yang baik haruslah didasarkan
atas tujuan pengajaran yang ditetapkan oleh suro dan kemudian benar-benar
diusahakan oleh guru untuk siswa. Betapapun baiknya, evaluasi apabila tidak
didasarkan atas tujuan pengajaran yang diberikan, tidak akan tercapai
sasarannya.
B.
Permasalahan
Adapun
permasalahan dalam makalah ini adalah :
1.
Apa pengertian evaluasi?
2.
Apa tujuan dan fungsi evaluasi?
3.
Apa prinsip-prinsip evaluasi
pendidikan islam?
4.
Apa system evalusi pendidikan
Islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Evaluasi
Pengertian Evaluasi Menurut bahasa, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris
“evalution”, yang berarti penilaian atau penaksiran.[1] Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan
kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan
menggunakan intrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur memperoleh
kesimpulan.
Ada beberapa pendapat lain definisi
mengenai evaluasi:
Bloom Evaluasi
yaitu: pengumpulan kegiatan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam
kegiatannya terjadi perubahan dalam diri siswa menetapkan sejauh mana tingkat
perubahan dalam diri pribadi siswa. Stuffle Beam Evaluasi
adalah proses menggambarkan, memperoleh, dan enyajikan informasi yang berguna
untuk menilai alternatif keputusan. Cronbach
didalam bukunya Designing Evalutor Of Education and
Social Program, telah memberikan uraian tentang prinsip-prinsip dasar
evaluasi antara lain :[2] Evaluasi program pendidikan merupakan kegiatan yang dapat
membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya.
Evaluasi seyogyanya tidak
memberikan jawaban terhadap suatu pertanyaan khusus. Bukanlah tugas evalutor
memberikan rekomendasi tentang kemanfaatan suatu program dan dilanjutkan atau
tidak. Evalutor tidak dapat memberikan pertimbangan kepada pihak lain, seperti
halnya seorang pembimbing tidak dapat memilihkan karier seorang murid. Tugas
evalutor hanya memberikan alternatif.
Evaluasi merupakan suatu proses
terus menerus, sehingga didalam proses didalamnya memungkinkan untuk merevisi
apabila dirasakan ada suatu kesalahan-kesalahan.
B.
Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam
Secara rasional filosofis, pendidikan Islam bertugas untuk membentuk
al-Insan al-Kamil atau manusia paripurna. Oleh karena itu, hendaknya di arahkan
pada dua dimensi, yaitu : dimensi dialektikal horitontal, dan dimensi
ketundukan vertikal.
Tujuan program evaluasi adalah mengetahui kader pemahaman anak didik
terhadap materi terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak
didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program
evaluasi bertujuan mengetahui siapa diantara anak didik yang cerdas dan yang
lemah, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat. Tujuan evaluasi bukan anak
didik saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana
pendidikan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang asfek kogritif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara besarnya meliputi empat hal, yaitu:[3]
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang asfek kogritif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara besarnya meliputi empat hal, yaitu:[3]
1. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.
2. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
3. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam
sekitarnya.
4. Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota
masyarakat, serta khalifah Allah SWT.
Dari keempat dasar tersebut di atas, dapat dijabarkan dalam beberapa
klasifikasi kemampuan teknis, yaitu :
Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan
indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT. Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan
nilai-nilai agamanya da kegiatan hidup bermasyarakt, seperti ahlak yang mulia
dan disiplin. Bagaimana peserta didik berusaha
mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya,
apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupannya dan masyarakat dimana
ia berada. Bagaimana dan sejauh mana ia memandang
diri sendiri sebagai hamba Allah dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang
beraneka ragam budaya, suku dan agama.
§ Untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik setelah menyadari
pendidikan selama jangka waktu tertentu.
§ Untuk mengetahui tingkah efisien metode pendidikan yang dipergunakan dalam
jangka waktu tertentu.
Fungsi evaluasi adalah membantu anak didik agar ia dapat mengubah atau
mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan kepadanya
cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya. Di samping itu
fungsi evaluasi juga dapat membantu seorang pendidik dalam mempertimbangkan adeqvate
(baik tidaknya) metode mengajar, serta membantu mempertimbangkan
administrasinya.
Bagi pendidik, evaluasi berguna untuk mengatur keberhasilan proses belajar
mengajar bagi peserta didik berguna untuk mengetahui bahan pelajaran yang
diberikan dan di kuasai, dan bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil atau
tidaknya program-program yang dilaksanakan.
ü Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki
proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi murid.
ü Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar.
ü Untuk menempatkan murid dalam
situasi belajar mengajar yang tepat.
ü Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan
belajar.
C. Prinsip-prinsip
Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi merupakan penilaian tentang suatu aspek yang dihubungkan dengan
situasi aspek lainnya, sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh jika
ditinjau dari beberapa segi. Oleh karena itu dalam melaksanakan evaluasi harus
memperhatikan berbagai prinsip antara lain :
Ø Prinsip Kesinambungan (kontinuitas).
Dalam
ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan berpegang
pada prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan
stabil (Q.S. 46 : 13-14).
Ø Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
Ø Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan,
pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab (Q.S. 99 : 78).
Ø Prinsip Objektivitas
Dalam
mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaharui
oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional.
Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (Q.S. : 8), Nabi SAW pernah bersabda : “Andai kata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua tangannya”.
Demikian pula halnya dengan Umar bin Khottob yang mencambuk anaknya karena ia berbuat zina. Prinsip ini dapat ditetapkan bila penyelenggarakan pendidikan mempunyai sifat sidiq, jujur, ikhlas, ta’awun, ramah, dan lainnya.
Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (Q.S. : 8), Nabi SAW pernah bersabda : “Andai kata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua tangannya”.
Demikian pula halnya dengan Umar bin Khottob yang mencambuk anaknya karena ia berbuat zina. Prinsip ini dapat ditetapkan bila penyelenggarakan pendidikan mempunyai sifat sidiq, jujur, ikhlas, ta’awun, ramah, dan lainnya.
D. Sistem Evaluasi
Dalam Pendidikan Islam
Sistem evaluasi dalam pendidikan Islam mengaku pada sistem evaluasi yang
digariskan oelh Allah SWT, dalam al-Qur’an dan di jabarkan dalam as-Sunnah,
yang dilakukan Rasulullah dalam proses pembinaan risalah Islamiyah.
Secara umum sistem evaluasi pendidikan sebagai berikut :[5]
Secara umum sistem evaluasi pendidikan sebagai berikut :[5]
v Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam
problema kehidupan yang dihadapi (Q.S. Al-Baqarah/ 2 : 155).
v Untuk mengetahui sejauhmana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang
telah diaplikasikan Rasulullah saw kepada umatnya (QS. An Naml/27:40).
v Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau keimanan
seseorang, seperti pengevaluasian Allah terhadap nabi Ibrahim yang menyembelih
Ismail putra yang dicintainya (QS. Ash Shaaffat/37:103-107).
v Untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dan pelajaran yang telah
diberikan kepadanya, seperti pengevaluasian terhadap nabi Adam tentang
asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya dihadapan para malaikat (QS.
Al-Baqarah/2:31).
v Memberikan semacam tabsyir (berita gembira) bagi yang beraktifitas baik,
dan memberikan semacam ‘iqab (siksa) bagi mereka yang berakltifitas buruk (QS.
Az Zalzalah/99:7-8).
v Allah SWT dalam mengevaluasi hamba-Nya, tanpa memandang formalitas
(penampilan), tetapi memandang subtansi dibalik tindakan hamba-hamba tersebut
(QS. Al Hajj/22:37).
v Allah SWT memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu,
jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan
(QS. Al Maidah/5:8).
E. Sasaran Evaluasi
Langkah yang harus ditempuh seorang pendidik dalam mengevaluasi adalah
menetapkan apa yang menjadi sasaran evaluasi tersebut. Sasaran evaluasi sangat
penting untuk diketahui supaya memudahkan pendidik dalam menyusun alat-alat
evaluasinya.
Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu:
Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
Segi pendidikan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
Segi pendidikan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
Segi yang menyangkut proses belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar
mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya
proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang
dicapai oleh murid.
Dengan menetapkan sasaran diatas, maka pendidik lebih mudah mengetahui
alat-alat evaluasi yang dipakai baik dengan tes maupun non tes.
Kedudukan akademis setiap murid, baik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, sekolahnya, maupun dengan sekolah-sekolah lain.
Kemajuan belajar dalam satu pelajaran tertentu, misalnya tauhid, fiqih, tarikh dan lainnya.
Kedudukan akademis setiap murid, baik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, sekolahnya, maupun dengan sekolah-sekolah lain.
Kemajuan belajar dalam satu pelajaran tertentu, misalnya tauhid, fiqih, tarikh dan lainnya.
F. Kelemahan dan kelebihan murid.
1. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan pribadi dengan Tuhannya.
2. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungannya dengan masyarakat.
3. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan dengan kehidupan yang akan
datang.
4. Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan
selaku anggota masyarakat serta selaku khalifah Allah di bumi.
1. Kuantitatif
Evaluasi kuantitatif adalah cara untuk mengetahui sebuah hasil pendidikan dengen cara memberikan penilaian dalam bentuk angka. (5, 7,90) dan lain-lain.
Evaluasi kuantitatif adalah cara untuk mengetahui sebuah hasil pendidikan dengen cara memberikan penilaian dalam bentuk angka. (5, 7,90) dan lain-lain.
2.
Kualitatif
Evaluasi kualitatif adalah suatu cara untuk mengetahui hasil pendidikan yang diberikan dengan cara memberikan pernyataan verbal dan sejenisnya (bagus, sangat bagus, cukup, baik, buruk) dan lain-lain.
Evaluasi kualitatif adalah suatu cara untuk mengetahui hasil pendidikan yang diberikan dengan cara memberikan pernyataan verbal dan sejenisnya (bagus, sangat bagus, cukup, baik, buruk) dan lain-lain.
G.
Objek Evaluasi
Objek evaluasi biasa disebut juga dengan
sasaran evaluasi. Yaitu segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan
karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut.
Obyek evaluasi pendidikan dilihat dari aspek
inputnya, maka objek dari evaluasi pendidikan itu sendiri meliputi tiga aspek,
yaitu:
1. Aspek Kognitif (Kemampuan)
Kemampuan
calon peserta didik yang akan mengikuti program pendidikan sebagai taruna Akademi
Angkatan Laut tentu harus dibedakan dengan kemampuan calon peserta didik yang
akan mengikuti program pendidikan pada sebuah perguruan tinggi agama islam.
Adapun alat yang biasa digunakan dalam rangka mengevaluasi kemampuan peserta
didik itu adalah tes kemampuan (attitude tes).
2. Aspek Psikomotor (Kpribadian)
Kepribadian
adalah sesuatu yang terdapat pada diri seseorang, yang menampakkan bentuknya
dari tingkah lakunya. Sebalum mengikuti program pendidikan tertentu, para calon
peserta didik perlu terlebih dahulu dievaluasi kepribadiannya masing-masing,
sebab baik burukya kepribadian mereka secara psikologis akan dapat mempengaruhi
keberhasilan mereka dalam mengikuti program tertentu. Evaluasi yang dilakukan
untuk mengetahui atau mengungkap kepribadian seseoarng adalah dengan jalan
menggunakan tes kepribadian (personality test).
3. Aspek Afektif (Sikap)
Sikap,
pada dasarnya adalah merupakan bagian dari tingkah laku manusia, sebagai gejala
atau gambaran kepribadian yang memencar keluar. Namun karena sikap ini
merupakan sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan,
maka diperoleh informasi mengenai sikap seseorang adalah penting sekali. Karena
itu maka aspek sikap tersebut perlu dinilai atau dievaluasi terlebih dahulu
bagi para calon peserta didik sebelum mengikuti program pendidikan tertentu.
H. Unsur-unsur Objek
Evaluasi Pendidikan
1. Input
Calon
siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari beberapa segi yang
menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk
mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidak-tidaknya mencakup 4 hal.
a. Kemampuan
Untuk
dapat mengikuti program dalam suatu lembaga/sekolah/institusi maka calon siswa
harus memiliki kemampuan yang sepadan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur
kemampuan ini disebut tes kemampuan atau attitude test.
b. Kepribadian
Kepribadian
adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam
tingkah laku. Dalam hal-hal tertentu, informasi tentang kepribadian sangat
diperlukan. Alat untuk mengetahui kepribadian seseorang disebut tes kepribadian
atau pesonality test.
c. Sikap-sikap
Sebenarnya
sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau
gambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu
yang paling menonjol an sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka banyak orang
yang menginginkan informasi khusus tentangnya. Alat untuk mengukur keadaan
sikap seseorang dinamakan tes sikap atau attitude test. Oleh karena
tes ini berupa skala, maka lalu disebut skala sikap atau attitude scale.
d. Inteligensi
Untuk
mengetahui tingkat inteligensi ini digunakan tes inteligensi yang sudah banyak
diciptakan oleh para ahli. Dalam hal ini yang terkenal adalah tes buatan Binet
dan Simon yang dikenal dengan tes Binet-Simon. Selain itu ada lagi tes-tes yang
lain misalnya SPM, Tintum, dan sebagainya. Dari hasil tes akan diketahui IQ (Intelligence
Quotient) orang tersebut.
2. Transformasi
Unsur-unsur
dalam transformasi yang menjadi objek penilaian antara lain:
- Kurikulum/materi
- Metode dan cara penilaian
- Sarana pendidikan/media
- Sistem administrasi
- Guru dan personal lainnya
3. Output
Penilaian
terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat
pencapaian/prestasi belajar mereka selama mengikuti program. Alat yang
digunakan untuk mengukur pencapaian ini disebut tes pencapaian atau achievement
test.
Kecenderungan
yang ada sampai saat ini di sekolah adalah bahwa guru hanya menilai prestasi
belajar aspek kognitif atau kecerdasan saja. Alatnya adalah tes tertulis. Aspek
psikomotorik, apalagi afektif, sangat langka dijamah oleh guru. Akibatnya dapat
kita saksikan, yakni bahwa para lulusan hanya menguasai teori tetapi tidak
terampil melakukan pekerjaan keterampilan, juga tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan
yang sudah mereka kuasai. Lemahnya pembelajaran dan evaluasi terhadap aspek
afektif inim jika kita mau introspeksi, telah berakibat merosotnya akhlak para
lulusan, yan selanjutnya berdampak luas pada merosotnya akhlak bangsa.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan
tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya kata evaluasi berasal dari
kata asing “evaluation” yang berarti menilai (tetapi diadakan pengukuran
terlebih dahulu).
Dari
pendapat-pendapat para ahli yang mendefinisikan tentang evaluasi. Pada
hakekatnya dalam evaluasi pengajaran memiliki tiga unsur yaitu, kegiatan
evaluasi, informasi dan data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi.
Tujuan dan fungsi evaluasi tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif akan tetapi meliputi ketiga ranah tersebut (kognitif, afektif dan psikomotorik). Yang mempunyai tiga prinsip yaitu prinsip keseimbangan, menyeluruh dan obyektif. Dalam kegiatan evaluasi tersebut sistem yang dipakai yaitu mengacu pada al-Qur’an yang penjabarannya dituangkan dalam as-Sunnah.
Tujuan dan fungsi evaluasi tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif akan tetapi meliputi ketiga ranah tersebut (kognitif, afektif dan psikomotorik). Yang mempunyai tiga prinsip yaitu prinsip keseimbangan, menyeluruh dan obyektif. Dalam kegiatan evaluasi tersebut sistem yang dipakai yaitu mengacu pada al-Qur’an yang penjabarannya dituangkan dalam as-Sunnah.
Daftar
pustaka
Thoha, M. Chabib, Teknik Evaluasi
pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
Daryanto, H., Evaluasi
Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2001.
Samsul, Filsafat Pendidikan Islam
Pendekatan Historis, teoritis, dan praktis, Ciputat Press, Jakarta, 2000.
Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Press, Jakarta, 2002.
Muhaimin, Memikirkan Pendidikan Islam,
PT. Rineka Cipta, Jakarta 1993.
Rusyam, Tabrani, dkk., Pendekatan
Proses Belajar Mengajar, Gramedia, Jakarta, 1989.
Nata Abudin, H., Filsafat Pendidikan
Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Ihsan, Hamdani, Filsafat Pendidikan
islam, Pustaka Setia, Bandung, 1998.
[2] Tasrani Rusyan,
dkk, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, PT. Rosdakarya, Jakarta. hal.
211.
[3] Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, PT.
Renika Cipat , Jakarta 1997. hlm.
279-280.
[4] Samsul Nitar, Filsafat
Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, CV. Grafindo,
Yogjakart, 2002, hal. 80.
[5] Samsul Nitar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis,
Teoritis, dan Praktis.hlm 46
[6] Tasrani Rusyan,
dkk, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, hal. 211.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Evaluasi
Pengertian Evaluasi Menurut bahasa, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris
“evalution”, yang berarti penilaian atau penaksiran.[1] Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan
kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan
menggunakan intrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur memperoleh
kesimpulan.
Ada beberapa pendapat lain definisi
mengenai evaluasi:
Bloom Evaluasi
yaitu: pengumpulan kegiatan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam
kegiatannya terjadi perubahan dalam diri siswa menetapkan sejauh mana tingkat
perubahan dalam diri pribadi siswa. Stuffle Beam Evaluasi
adalah proses menggambarkan, memperoleh, dan enyajikan informasi yang berguna
untuk menilai alternatif keputusan. Cronbach
didalam bukunya Designing Evalutor Of Education and
Social Program, telah memberikan uraian tentang prinsip-prinsip dasar
evaluasi antara lain :[2] Evaluasi program pendidikan merupakan kegiatan yang dapat
membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya.
Evaluasi seyogyanya tidak
memberikan jawaban terhadap suatu pertanyaan khusus. Bukanlah tugas evalutor
memberikan rekomendasi tentang kemanfaatan suatu program dan dilanjutkan atau
tidak. Evalutor tidak dapat memberikan pertimbangan kepada pihak lain, seperti
halnya seorang pembimbing tidak dapat memilihkan karier seorang murid. Tugas
evalutor hanya memberikan alternatif.
Evaluasi merupakan suatu proses
terus menerus, sehingga didalam proses didalamnya memungkinkan untuk merevisi
apabila dirasakan ada suatu kesalahan-kesalahan.
B.
Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam
Secara rasional filosofis, pendidikan Islam bertugas untuk membentuk
al-Insan al-Kamil atau manusia paripurna. Oleh karena itu, hendaknya di arahkan
pada dua dimensi, yaitu : dimensi dialektikal horitontal, dan dimensi
ketundukan vertikal.
Tujuan program evaluasi adalah mengetahui kader pemahaman anak didik
terhadap materi terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak
didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program
evaluasi bertujuan mengetahui siapa diantara anak didik yang cerdas dan yang
lemah, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat. Tujuan evaluasi bukan anak
didik saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana
pendidikan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang asfek kogritif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara besarnya meliputi empat hal, yaitu:[3]
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang asfek kogritif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara besarnya meliputi empat hal, yaitu:[3]
1. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.
2. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
3. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam
sekitarnya.
4. Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota
masyarakat, serta khalifah Allah SWT.
Dari keempat dasar tersebut di atas, dapat dijabarkan dalam beberapa
klasifikasi kemampuan teknis, yaitu :
Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan
indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT. Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan
nilai-nilai agamanya da kegiatan hidup bermasyarakt, seperti ahlak yang mulia
dan disiplin. Bagaimana peserta didik berusaha
mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya,
apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupannya dan masyarakat dimana
ia berada. Bagaimana dan sejauh mana ia memandang
diri sendiri sebagai hamba Allah dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang
beraneka ragam budaya, suku dan agama.
§ Untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik setelah menyadari
pendidikan selama jangka waktu tertentu.
§ Untuk mengetahui tingkah efisien metode pendidikan yang dipergunakan dalam
jangka waktu tertentu.
Fungsi evaluasi adalah membantu anak didik agar ia dapat mengubah atau
mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan kepadanya
cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya. Di samping itu
fungsi evaluasi juga dapat membantu seorang pendidik dalam mempertimbangkan adeqvate
(baik tidaknya) metode mengajar, serta membantu mempertimbangkan
administrasinya.
Bagi pendidik, evaluasi berguna untuk mengatur keberhasilan proses belajar
mengajar bagi peserta didik berguna untuk mengetahui bahan pelajaran yang
diberikan dan di kuasai, dan bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil atau
tidaknya program-program yang dilaksanakan.
ü Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki
proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi murid.
ü Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar.
ü Untuk menempatkan murid dalam
situasi belajar mengajar yang tepat.
ü Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan
belajar.
C. Prinsip-prinsip
Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi merupakan penilaian tentang suatu aspek yang dihubungkan dengan
situasi aspek lainnya, sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh jika
ditinjau dari beberapa segi. Oleh karena itu dalam melaksanakan evaluasi harus
memperhatikan berbagai prinsip antara lain :
Ø Prinsip Kesinambungan (kontinuitas).
Dalam
ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan berpegang
pada prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan
stabil (Q.S. 46 : 13-14).
Ø Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
Ø Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan,
pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab (Q.S. 99 : 78).
Ø Prinsip Objektivitas
Dalam
mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaharui
oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional.
Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (Q.S. : 8), Nabi SAW pernah bersabda : “Andai kata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua tangannya”.
Demikian pula halnya dengan Umar bin Khottob yang mencambuk anaknya karena ia berbuat zina. Prinsip ini dapat ditetapkan bila penyelenggarakan pendidikan mempunyai sifat sidiq, jujur, ikhlas, ta’awun, ramah, dan lainnya.
Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (Q.S. : 8), Nabi SAW pernah bersabda : “Andai kata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua tangannya”.
Demikian pula halnya dengan Umar bin Khottob yang mencambuk anaknya karena ia berbuat zina. Prinsip ini dapat ditetapkan bila penyelenggarakan pendidikan mempunyai sifat sidiq, jujur, ikhlas, ta’awun, ramah, dan lainnya.
D. Sistem Evaluasi
Dalam Pendidikan Islam
Sistem evaluasi dalam pendidikan Islam mengaku pada sistem evaluasi yang
digariskan oelh Allah SWT, dalam al-Qur’an dan di jabarkan dalam as-Sunnah,
yang dilakukan Rasulullah dalam proses pembinaan risalah Islamiyah.
Secara umum sistem evaluasi pendidikan sebagai berikut :[5]
Secara umum sistem evaluasi pendidikan sebagai berikut :[5]
v Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam
problema kehidupan yang dihadapi (Q.S. Al-Baqarah/ 2 : 155).
v Untuk mengetahui sejauhmana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang
telah diaplikasikan Rasulullah saw kepada umatnya (QS. An Naml/27:40).
v Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau keimanan
seseorang, seperti pengevaluasian Allah terhadap nabi Ibrahim yang menyembelih
Ismail putra yang dicintainya (QS. Ash Shaaffat/37:103-107).
v Untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dan pelajaran yang telah
diberikan kepadanya, seperti pengevaluasian terhadap nabi Adam tentang
asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya dihadapan para malaikat (QS.
Al-Baqarah/2:31).
v Memberikan semacam tabsyir (berita gembira) bagi yang beraktifitas baik,
dan memberikan semacam ‘iqab (siksa) bagi mereka yang berakltifitas buruk (QS.
Az Zalzalah/99:7-8).
v Allah SWT dalam mengevaluasi hamba-Nya, tanpa memandang formalitas
(penampilan), tetapi memandang subtansi dibalik tindakan hamba-hamba tersebut
(QS. Al Hajj/22:37).
v Allah SWT memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu,
jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan
(QS. Al Maidah/5:8).
E. Sasaran Evaluasi
Langkah yang harus ditempuh seorang pendidik dalam mengevaluasi adalah
menetapkan apa yang menjadi sasaran evaluasi tersebut. Sasaran evaluasi sangat
penting untuk diketahui supaya memudahkan pendidik dalam menyusun alat-alat
evaluasinya.
Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu:
Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
Segi pendidikan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
Segi pendidikan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
Segi yang menyangkut proses belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar
mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya
proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang
dicapai oleh murid.
Dengan menetapkan sasaran diatas, maka pendidik lebih mudah mengetahui
alat-alat evaluasi yang dipakai baik dengan tes maupun non tes.
Kedudukan akademis setiap murid, baik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, sekolahnya, maupun dengan sekolah-sekolah lain.
Kemajuan belajar dalam satu pelajaran tertentu, misalnya tauhid, fiqih, tarikh dan lainnya.
Kedudukan akademis setiap murid, baik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, sekolahnya, maupun dengan sekolah-sekolah lain.
Kemajuan belajar dalam satu pelajaran tertentu, misalnya tauhid, fiqih, tarikh dan lainnya.
F. Kelemahan dan kelebihan murid.
1. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan pribadi dengan Tuhannya.
2. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungannya dengan masyarakat.
3. Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan dengan kehidupan yang akan
datang.
4. Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan
selaku anggota masyarakat serta selaku khalifah Allah di bumi.
1. Kuantitatif
Evaluasi kuantitatif adalah cara untuk mengetahui sebuah hasil pendidikan dengen cara memberikan penilaian dalam bentuk angka. (5, 7,90) dan lain-lain.
Evaluasi kuantitatif adalah cara untuk mengetahui sebuah hasil pendidikan dengen cara memberikan penilaian dalam bentuk angka. (5, 7,90) dan lain-lain.
2.
Kualitatif
Evaluasi kualitatif adalah suatu cara untuk mengetahui hasil pendidikan yang diberikan dengan cara memberikan pernyataan verbal dan sejenisnya (bagus, sangat bagus, cukup, baik, buruk) dan lain-lain.
Evaluasi kualitatif adalah suatu cara untuk mengetahui hasil pendidikan yang diberikan dengan cara memberikan pernyataan verbal dan sejenisnya (bagus, sangat bagus, cukup, baik, buruk) dan lain-lain.
G.
Objek Evaluasi
Objek evaluasi biasa disebut juga dengan
sasaran evaluasi. Yaitu segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan
karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut.
Obyek evaluasi pendidikan dilihat dari aspek
inputnya, maka objek dari evaluasi pendidikan itu sendiri meliputi tiga aspek,
yaitu:
1. Aspek Kognitif (Kemampuan)
Kemampuan
calon peserta didik yang akan mengikuti program pendidikan sebagai taruna Akademi
Angkatan Laut tentu harus dibedakan dengan kemampuan calon peserta didik yang
akan mengikuti program pendidikan pada sebuah perguruan tinggi agama islam.
Adapun alat yang biasa digunakan dalam rangka mengevaluasi kemampuan peserta
didik itu adalah tes kemampuan (attitude tes).
2. Aspek Psikomotor (Kpribadian)
Kepribadian
adalah sesuatu yang terdapat pada diri seseorang, yang menampakkan bentuknya
dari tingkah lakunya. Sebalum mengikuti program pendidikan tertentu, para calon
peserta didik perlu terlebih dahulu dievaluasi kepribadiannya masing-masing,
sebab baik burukya kepribadian mereka secara psikologis akan dapat mempengaruhi
keberhasilan mereka dalam mengikuti program tertentu. Evaluasi yang dilakukan
untuk mengetahui atau mengungkap kepribadian seseoarng adalah dengan jalan
menggunakan tes kepribadian (personality test).
3. Aspek Afektif (Sikap)
Sikap,
pada dasarnya adalah merupakan bagian dari tingkah laku manusia, sebagai gejala
atau gambaran kepribadian yang memencar keluar. Namun karena sikap ini
merupakan sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan,
maka diperoleh informasi mengenai sikap seseorang adalah penting sekali. Karena
itu maka aspek sikap tersebut perlu dinilai atau dievaluasi terlebih dahulu
bagi para calon peserta didik sebelum mengikuti program pendidikan tertentu.
H. Unsur-unsur Objek
Evaluasi Pendidikan
1. Input
Calon
siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari beberapa segi yang
menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk
mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidak-tidaknya mencakup 4 hal.
a. Kemampuan
Untuk
dapat mengikuti program dalam suatu lembaga/sekolah/institusi maka calon siswa
harus memiliki kemampuan yang sepadan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur
kemampuan ini disebut tes kemampuan atau attitude test.
b. Kepribadian
Kepribadian
adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam
tingkah laku. Dalam hal-hal tertentu, informasi tentang kepribadian sangat
diperlukan. Alat untuk mengetahui kepribadian seseorang disebut tes kepribadian
atau pesonality test.
c. Sikap-sikap
Sebenarnya
sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau
gambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu
yang paling menonjol an sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka banyak orang
yang menginginkan informasi khusus tentangnya. Alat untuk mengukur keadaan
sikap seseorang dinamakan tes sikap atau attitude test. Oleh karena
tes ini berupa skala, maka lalu disebut skala sikap atau attitude scale.
d. Inteligensi
Untuk
mengetahui tingkat inteligensi ini digunakan tes inteligensi yang sudah banyak
diciptakan oleh para ahli. Dalam hal ini yang terkenal adalah tes buatan Binet
dan Simon yang dikenal dengan tes Binet-Simon. Selain itu ada lagi tes-tes yang
lain misalnya SPM, Tintum, dan sebagainya. Dari hasil tes akan diketahui IQ (Intelligence
Quotient) orang tersebut.
2. Transformasi
Unsur-unsur
dalam transformasi yang menjadi objek penilaian antara lain:
- Kurikulum/materi
- Metode dan cara penilaian
- Sarana pendidikan/media
- Sistem administrasi
- Guru dan personal lainnya
3. Output
Penilaian
terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat
pencapaian/prestasi belajar mereka selama mengikuti program. Alat yang
digunakan untuk mengukur pencapaian ini disebut tes pencapaian atau achievement
test.
Kecenderungan
yang ada sampai saat ini di sekolah adalah bahwa guru hanya menilai prestasi
belajar aspek kognitif atau kecerdasan saja. Alatnya adalah tes tertulis. Aspek
psikomotorik, apalagi afektif, sangat langka dijamah oleh guru. Akibatnya dapat
kita saksikan, yakni bahwa para lulusan hanya menguasai teori tetapi tidak
terampil melakukan pekerjaan keterampilan, juga tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan
yang sudah mereka kuasai. Lemahnya pembelajaran dan evaluasi terhadap aspek
afektif inim jika kita mau introspeksi, telah berakibat merosotnya akhlak para
lulusan, yan selanjutnya berdampak luas pada merosotnya akhlak bangsa.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan
tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya kata evaluasi berasal dari
kata asing “evaluation” yang berarti menilai (tetapi diadakan pengukuran
terlebih dahulu).
Dari
pendapat-pendapat para ahli yang mendefinisikan tentang evaluasi. Pada
hakekatnya dalam evaluasi pengajaran memiliki tiga unsur yaitu, kegiatan
evaluasi, informasi dan data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi.
Tujuan dan fungsi evaluasi tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif akan tetapi meliputi ketiga ranah tersebut (kognitif, afektif dan psikomotorik). Yang mempunyai tiga prinsip yaitu prinsip keseimbangan, menyeluruh dan obyektif. Dalam kegiatan evaluasi tersebut sistem yang dipakai yaitu mengacu pada al-Qur’an yang penjabarannya dituangkan dalam as-Sunnah.
Tujuan dan fungsi evaluasi tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif akan tetapi meliputi ketiga ranah tersebut (kognitif, afektif dan psikomotorik). Yang mempunyai tiga prinsip yaitu prinsip keseimbangan, menyeluruh dan obyektif. Dalam kegiatan evaluasi tersebut sistem yang dipakai yaitu mengacu pada al-Qur’an yang penjabarannya dituangkan dalam as-Sunnah.
Daftar
pustaka
Thoha, M. Chabib, Teknik Evaluasi
pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
Daryanto, H., Evaluasi
Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2001.
Samsul, Filsafat Pendidikan Islam
Pendekatan Historis, teoritis, dan praktis, Ciputat Press, Jakarta, 2000.
Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Press, Jakarta, 2002.
Muhaimin, Memikirkan Pendidikan Islam,
PT. Rineka Cipta, Jakarta 1993.
Rusyam, Tabrani, dkk., Pendekatan
Proses Belajar Mengajar, Gramedia, Jakarta, 1989.
Nata Abudin, H., Filsafat Pendidikan
Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Ihsan, Hamdani, Filsafat Pendidikan
islam, Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar